Sabtu, 19 Desember 2009

Fic: KTM

Author: Lady_Mannequin
Genre : Thriller, Horor
Rating: T
Warning: Self Insert
Setting : Metropolis, Kansas
Timeline : After “The Ghost Overground” and “No Rest For Wicked”
A/N: fan fic ini masih berkaitan dengan petualangan Dean yang masih berstatus sebagai The Ghost Overground alias Demon.



LABORATORIUM ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN MET-U

Para mahasiswa dan mahasiswi fakultas Kedokteran Met-U berhamburan keluar dari laboratorium Anatomi. Praktikum Anatomi memang sudah selesai, namun Ucha masih berkutat dengan pisau-pisau bedahnya. Lexie lalu menghampiri Ucha yang masih mengamati sesosok mayat penuh dengan bekas sayatan pisau bedah.

"Cha, ngapain sih loe ngeliatin terus tuh mayat? Ntar kalo dia tiba-tiba hidup lagi gimana? Mendingan sekarang loe temenin gue ke toilet," cerocos Lexie. Ucha nggak menggubris ajakan sahabatnya itu dan membalasnya dengan tatapan yang dingin tanpa ekspresi.

"Cha, nggak usah ngeliatin kayak gitu, nggak serem soalnya, hahaha," Lexie mencoba bercanda walaupun sebenarnya ia agak merinding melihat tatapan Ucha barusan.

"Lexie, ke toilet yuk," ajak Nenok dengan nada memelas sambil memegangi perutnya. Lexie pun menoleh dan jatuh iba melihat Nenok yang meringis menahan sakit.

"Lex, kayaknya gue tadi kebanyakan makan somay deh. Duh, sekarang mules banget perut gue,"  ujar Nenok lagi.

"Ya udah, loe ke toilet bareng gue aja. Cha, gue sama Nenok ke toilet dulu ya. Ntar kita ketemuan di kafe aja, ok," kata Lexie yang lagi-lagi nggak ditanggapi sama Ucha. Lexie dan Nenok lalu melangkahkan kakinya keluar dari Lab Anatomi.

Beberapa menit kemudian Lexie baru tersadar bahwa PDA-nya ketinggalan di Lab. "Nenok, gue balik ke lab dulu ya. PDA gue ketinggalan di sana. Ntar samperin gue di sana ya," teriak Lexie pada Nenok yang masih betah duduk di toilet.

Lexie lalu berlari secepat mungkin lantaran PDA barunya itu penuh dengan foto-foto narsisnya. Lexie akhirnya sampai di lab dengan napas terengah-engah. Betapa kagetnya dia begitu melihat Ucha duduk di meja bedah sedang menyayat dadanya sendiri menggunakan pisau bedah. Lexie menghampiri sahabatnya dan anehnya Ucha tak terlihat kesakitan sama sekali. Mata Lexie terbelalak tak percaya melihat Ucha memasukkan tangan kirinya sendiri k edalam dadanya yang tersayat dan menarik jantungnya keluar. Dalam sekejap mata, tangan kanan Ucha yang memegang scalpel memotong arteri pulmonalis yang melekat di jantungnya sendiri. Seketika itu juga jantung Ucha lepas dari dadanya. Tubuh Ucha yang berlumuran darah jatuh tergeletak tak bernyawa di meja bedah.

"AAAAAAAAARGH!" Lexie menjerit kencang dan teriakannya bergema di koridor fakultas Kedokteran.  Nenok yang sedang berjalan di koridor langsung berlari ke lab mendengar teriakan Lexie. Nenok langsung menghampiri Lexie yang duduk di lantai membelakangi mayat Ucha. Wajahnya pucat dan seluruh tubuhnya gemetaran hebat.

"Nenok, lihat di belakangmu," gumam Lexie pelan. Nenok pun spontan menoleh ke belakang dan sekonyong-konyong menjerit histeris begitu melihat mayat Ucha.


******

KEESOKAN HARINYA DI KEDIAMAN KELUARGA LUTHOR

Tok... tok... tok....

"Masuk," kata Lexie setelah mendengar seseorang mengetok pintu kamarnya.

"Nona Lexie, pesanan Anda dari shopaholic.com sudah datang," kata sang pelayan sambil menaruh berbagai macam kotak besar dengan kemasan mewah ke dalam kamar Lexie.

"Terima kasih," sahut Lexie.

"Sama-sama, Nona Lexie," balas sang pelayan yang masih terengah-engah karena baru saja mengerahkan tenaganya untuk membawa pesanan ke kamar Lexie di lantai 3. Ia pun berlalu dari kamar Lexie.

Lexie menutup pintu kamarnya dan segera membuka kotak terbesar bertuliskan Bvlgari yang ternyata didalamnya berisi Bvlgari Rose Essentielle Feminino Eau de Parfum. Ia mengeluarkan satu persatu dan meletakkannya di meja riasnya sampai meja tersebut penuh dengan ratusan botol-botol parfum tersebut. Tanpa disangka-sangka, Lexie membuka seluruh botol parfum Bvlgari tersebut tepat dib agian lehernya dan menenggaknya seperti sedang mengikuti lomba minum juice.

"Lexie, ada pie lemon nih," kata Alexxa sambil mengetuk pintu kamar Lexie sementara tangan kirinya membawa piring berisikan pie lemon. Alexxa memutuskan untuk masuk karena ketukannya tidak ditanggapi Lexie. Alexxa menghampiri Jackie yang masih asyik meminum Parfum Bvlgari.

"Lexie, kamu lagi minum apa?" tanya Alexxa sambil meraih salah satu botol yang berderet di meja rias Lexie. Alexxa benar-benar terkejut begitu mengetahui bahwa putri semata wayangnya itu sedang asyik meminum parfum Bvlgari sehingga piring berisi pie lemon yang dibawanya jatuh ke lantai. Namun Lexie jatuh pingsan sebelum sempat menjawab pertanyaan mamanya.

"Lexie!" jerit Alexxa putus asa. "Lexie! bangun!" Alexxa memanggil nama anaknya dengan panik, namun tubuh Lexie masih tak sadarkan diri. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Alexxa. Alexxa lalu memeluk tubuh Lexie dan mengelus pipi anaknya yang pucat. Beberapa detik kemudian kedua mata Lexie perlahan membuka.

"K... T... M," Lexie bergumam pelan. Seketika Lexie menutup mata dan tubuhnya terkulai di pangkuan Alexxa.

“Lexie... Lexie... Bangun... Lexie...” jerit Alexxa histeris namun tubuh Lexie tidak bergerak sedikitpun. Air mata Alexxa bercucuran tak tertahankan lagi.

******

KAMAR KEANE
DUA HARI KEMUDIAN

"Keane! Keane! Gaswit! Sekarang di Met-U lagi musim bunuh diri!" teriak Juichi tiba-tiba begitu memasuki kamar Keane. Keane yang lagi asyik browsing gambar-gambar Dr. George O’Malley di di website www.greysanatomyinsider.com terkaget-kaget mendengar suara Juichi yang tiba-tiba masuk kamarnya tanpa mengetuk pintu.

"Loe ngagetin gue aja sih, Juichi," omel Keane yang sebel karena keasyikannya terganggu.

"Huahahahahaha," Juichi tertawa keras menggelegar. Dahi Keane sampai berkerut melihat tingkah aneh Juichi yang tiba-tiba tertawa sendiri.

"Kenapa sih loe?" tanya Keane heran.

"Ya ampun Keane, loe tuh browsing gambar-gambar O’Malley aja pake acara ngeces segala. Lihat tuh iler loe netes di keyboard laptop loe. Huahahahaha," jawab Juichi sambil terus ketawa ngakak sampai sakit perut.

"WHOA! Laptop gue!" jerit Keane panik begitu mengetahui kebenaran cerita Juichi. Ia langsung meraih kotak tisu di meja sebelah ranjangnya, namun sayangnya ia tak menemukan selembar pun tisu. Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak ada tisu, baju pun jadi. Jadilah Keane mengelap tetesan iler di keyboard laptopnya yang berwarna pink dengan T-shirt pink yang dipakainya.

"Idih, loe jorok banget sih, Keane," cerca Juichi yang melihat tindakan Keane tersebut.

"Ini emergency, Juichi. Jangan sampe deh laptop pink gue yang baru berumur dua minggu ini rusak," sahut Keane sambil terus membersihkan keyboardnya.

"Lagian loe sih kebanyakan ngelamunin Dr George O’Malley, sampe ngeces gitu !"

"Nah, laptop gue udah bersih sekarang. By the way, loe tadi ngomong apa pas masuk kamar gue?" tanya Keane.

"Dua kasus bunuh diri aneh dalam dua hari berturut-turut yang dilakukan oleh mahasiswi Fakultas Kedokteran Met-U bernama Ucha Sweetz dan Lexie Luthor. Lihat deh beritanya," cerocos Juichi seraya menunjukkan headline Daily Planet kepada Keane.

"Hah! Lexie Luthor sang idola kampus Met-U itu bunuh diri! Nggak salah nih berita!" jerit Keane ketika melihat headline Daily Planet.

"Iya, gue juga tadinya nggak percaya, tapi emang beneran,"

"Padahal Lexie itu kelihatannya perfect banget, Juichi. Jackie kan cantik, pintar, populer, modis, dan kaya raya secara dia itu anaknya Lex Luthor yang merupakan orang terkaya di Kansas. Emang si Lexie itu bunuh diri kayak gimana?"

"Lexie minum dua puluh botol parfum Bvlgari. Tapi itu belum apa-apa dibanding Ucha yang membedah dadanya dan memotong jantungnya sendiri. Anehnya, mereka berdua itu sahabatan dan Lexie adalah satu-satunya orang yang menyaksikan langsung peristiwa bunuh diri Ucha yang mengenaskan itu,"

"Apa mungkin kasus Ucha dan Lexie ini pembunuhan?"

"Loe ngaco deh, Keane. Kan ada saksi mata yang menyaksikan peristiwa bunuh diri mereka berdua itu,"

"Trus?"

Sebelum sempat Juichi menjawab pertanyaan Keane, Cellular Phone Juichi berbunyi tanda ada SMS. Juichi membaca SMS itu sambil senyum-senyum.

"Keane, loe jadi kan jalan ke Soco Park. gue sekalian nebeng ya sampe asrama mahasiswa Met-U," ujar Juichi yang masih senyum-senyum. SMS tersebut sukses membuat Juichi melupakan obrolan mengenai kasus bunuh diri Ucha dan Lexie.

"Ehem... Ehemmm... sms dari siapa tuh? Langsung bikin loe jadi seneng gitu?" tanya Keane.

"Dari pacar baru gue, namanya Sam Winchester. Ayo Keane, cepetan berangkat biar gue bisa nebeng loe," jawab Juichi antusias saking senangnya.

"Wuih, selamat ya! Gue seneng deh dengernya. Anyway, loe tuh bukan nebeng namanya, tapi minta anterin," kilah Keane lagi.

"Whatever deh, ayo cepetan ganti baju loe yang bekas iler itu, Keane," balas Juichi.

"Sabar... sabar...." kata Keane yang bergegas ke toilet untuk ganti baju. Dua menit kemudian Keane mengambil kunci mobilnya dan berangkat bersama Juichi.

Baru beberapa meter Toyota Camry milik Keane melaju dari halaman rumahnya, sekonyong-konyong Keane merasakan sakit kepala yang amat sangat sehingga mobil yang ia kemudikan oleng dan hampir menabrak pohon.

"Keane! Keane! Kenapa loe?" jerit Juichi panik. Namun Keane tak menjawab pertanyaan Juichi. Ia menghentikan mobilnya di tepi jalan dan memegangi kepalanya. Raut wajah Keane menampakkan kesakitan yang amat sangat. Juichi jadi kuatir melihat Keane seperti itu.

"Keane, loe balik ke rumah aja ya. Biar gue aja yang gantiin loe nyetir. Gue bisa kok bawanya secara rumah loe kan belum jauh dari sini,"

Juichi bangkit dari jok mobil dan bertukar tempat dengan Keane. Keane sendiri masih mengaduh-aduh kesakitan seraya memegangi kepalanya. Toyota Camry tersebut kembali menyusuri jalan kembali menuju rumah Keane.

******

KAMAR SAM DI ASRAMA MAHASISWA MET-U

Tok... tok... tok....

Terdengar suara ketukan di pintu kamar Sam di Asrama Mahasiswa Met-U. Sam berjalan membuka pintu dan tampaklah seraut wajah seorang gadis masuk ke dalam kamar Sam. "Sam sayang," sapa Juichi mesra pada Sam. Baru selangkah Juichi masuk, tiba-tiba stilettonya tersangkut karpet yang menutupi lantai kamar Sam dan brukkk...
Juichi terjatuh dengan sukses.

Dean yang sedang berada di kamar Sam hampir tertawa melihat Juichi yang jatuh. Buru-buru ia menutup mulutnya dengan tangan. Sebenarnya Sam juga ingin tertawa namun ia berhasil menahannya setelah menarik nafas sejenak.

"Juichi, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Sam simpatik sambil mengulurkan tangan pada Juichi yang berusaha bangkit dari karpet. Dengan wajah merah menahan malu, Juichi meraih uluran tangan Sam. Mata Juichi langsung tertuju pada Dean yang berdiri di sebelah Sam dan ternganga seketika begitu melihat Dean.

"Oliver Queen!" seru Juichi. "Wow! Aku benar-benar nggak menyangka bisa ketemu seorang Oliver Queen di sini. Sam, kok kamu nggak pernah cerita sih kalau kamu punya kenal sama Oliver?" Juichi langsung memberondong Dean dan Sam dengan berbagai pertanyaan.

Sam langsung memandang Dean dengan tatapan bingung. Dean menangkap keterkejutan Sam. Buru-buru Dean tersenyum pada Juichi lalu menghampirinya. "Juichi, senang bertemu denganmu," kata Dean ramah sambil menjabat tangan Juichi.

"Juichi, maaf ya kalau aku baru mengenalkan kamu pada Oliver. Aku dan Oliver baru saja bertemu hari ini setelah sekian lama aku tak mendengar kabar darinya," sambung Sam lekas-lekas.

Juichi tersenyum seraya menatap Sam. Ketika sedang mengalihkan pandangannya pada Dean, tanpa sengaja mata Juichi melihat televisi yang berada tepat dibelakang Dean sedang menayangkan berita mengenai kasus bunuh diri Ucha dan Lexie. Spontan saja, Juichi menunjuk ke arah televisi. Refleks Dean dan Sam mengikuti arah telunjuk Juichi. Mereka bertiga terpaku memperhatikan berita menarik yang sedang berlangsung tersebut.

”Benar-benar nggak masuk akal. Masa tuh cewek bunuh dirinya motong jantung sendiri, trus cewek yang satunya lagi minum parfum lagi!”komentar Dean sambil geleng-geleng kepala.

”Jangan-jangan mereka bukan bunuh diri, tapi...” Sam tidak melanjutkan kalimatnya. Ia hanya menatap Dean dengan tatapan aneh. Suasana hening sejenak.

”Menurut Daily Planet, ada saksi yang melihat langsung peristiwa bunuh diri mereka itu. Lexie yang menyaksikan bunuh diri Ucha memang sudah meninggal, tapi temannya Lexie yang bernama Nenok itu sepertinya masih hidup,” komentar Juichi memecah keheningan.

”Hmm... kasus menarik nih. Sepertinya kita perlu selidiki,” Dean menanggapi komentar Juichi.

”Apa kamu tau alamat Nenok, Juichi?” tanya Sam.

”Hmmm...” Juichi coba mengingat-ingat. ”Oh ya, aku pernah datang ke rumahnya beberapa bulan yang lalu ketika Nenok mengadakan pesta kebun,” lanjut Juichi lagi.

”OK. Let’s check this out,” kata Sam dan Dean berbarengan.

******

Sam, Dean dan Juichi menuju Impala yang diparkir Sam di halaman asrama mahasiswa Met-U. Dean mengambil posisi di depan stir lalu menstater Impala dan langsung tancap gas segera setelah Sam dan Juichi duduk di jok mobilnya. Dean menyetir mobilnya menyusuri Quin Street. Tak lama kemudian mereka bertiga telah tiba di Poughkeepsie Estate dan berbelok di sebuah rumah kebun bernomor 450. Dari kejauhan terlihat sebuah danau yang menampakkan pemandangan menakjubkan. Dean memarkir Impalanya di depan rumah tersebut lalu bangkit dari jok diikuti oleh Sam dan Juichi. Mereka bertiga melangkah menuju rumah itu.

Sam memencet bel. Pintu dibuka oleh seorang gadis kecil. Wajahnya menyunggingkan seulas senyum.

"Apakah kami bisa bertemu dengan Nenok?" tanya Sam sambil membalas senyuman sang gadis.

"Tunggu sebentar ya, aku akan memanggilnya. Oh ya, Perkenalkan namaku Myb, adik Nenok," sahut Myb sambil mengulurkan tangan dan menyalami Dean, Sam dan Juichi.

"Myb, namaku Sam dan ini Juichi," Sam memperkenalkan dirinya dan Juichi pada Myb.

"Lalu yang ini bernama Oliver," kata Sam sambil menunjuk Dean yang masih meminjam tubuh Oliver.

Dean, Sam dan Juichi melangkah masuk. Mereka dipersilahkan duduk di sebuah sofa di ruang tamu oleh Myb yang segera berlalu untuk mencari kakaknya. Mereka bertiga menunggu sambil membicarakan detail-detail kasus bunuh diri Ucha dan Lexie. Tiba-tiba Myb berlari masuk. Wajahnya menampakkan kecemasan yang amat sangat.

"Tolong! Kak Nenok tenggelam! Aku melihat perahu yang ditumpanginya terbalik dan ia terjatuh di danau Cavanaugh di belakang rumah!" seru Myb panik.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Dean, Sam dan Juichi mengikuti Myb yang langsung berlari keluar menuju Danau Cavanaugh. Dean, Sam, Myb dan Juichi mengedarkan pandangan ke seluruh permukaan danau mencari Nenok, namun permukaan danau itu tampak tenang dan hanya perahu kosong yang terbalik itu mengapung perlahan-lahan di permukaannya. Tubuh Nenok tak tampak di permukaan danau.

Sam melepaskan jaket dan membuka kaus kaki serta sepatunya. Ia mulai mengambil ancang-ancang untuk berenang di danau. Dean juga ikut membuka jas putihnya dan langsung menyelam ke dasar danau.

"Aku dan Oliver akan mencari Nenok ke dalam danau!" seru Sam pada Myb dan Juichi.

Dua puluh menit yang sangat menegangkan berlalu. Sam akhirnya menemukan Nenok dan membawa tubuh Nenok yang sepertinya tidak bernyawa lagi ke tepi danau. Sam menggoyang-goyangkan tubuh Nenok. Tidak ada reaksi. Dean keluar dari dalam danau dan menghampiri Sam lalu segera membantu adiknya yang sedang berusaha keluar dari danau.

"Ia pingsan," gumam Sam.

"Ya," sahut Dean. Dean segera meraih tubuh Nenok dari tangan Sam, meraba nadi di leher Nenok dan menggendongnya. Juichi berlari menuju Sam yang basah kuyup dan memberikan handuk kering padanya. Kemudian Myb, Sam dan Juichi menghampiri Dean yang sedang meletakkan Nenok di hamparan rumput di tepi danau.

"Kurasa kau harus memberinya nafas buatan, Oliver," perintah Sam.

Dean mulai memberikan pernafasan buatan lewat mulutnya kepada Nenok. Selama lebih dari sepuluh menit, Dean berusaha menyadarkan Nenok, namun tampaknya tetap tak ada tanda-tanda kehidupan.

"Kok Kak Nenok belum sadar-sadar juga," kata Myb cemas. Sam menepuk bahu Myb untuk menenangkannya.

"Sorry... hmm... sepertinya tadi aku kebanyakan makan beef burger plus extra onion deh," kata Dean sambil nyengir.

"Pantas saja Nenok nggak bangun-bangun dari tadi. Mulut kamu bau bawang gitu!" sembur Sam yang segera mengambil alih posisi Dean. Sam berlutut di samping tubuh Nenok dan langsung memberinya pernafasan buatan. Juichi melihat Sam dan Nenok dengan tatapan cemburu. Spontan ia mengalihkan pandangannya pada Dean yang masih berwujud Oliver.

Tampaknya pertolongan Sam membuahkan hasil. Beberapa saat kemudian Nenok terbatuk dan menyemburkan air dari dalam mulutnya. Dalam waktu yang sangat singkat Nenok membuka matanya perlahan. Kedua mata Nenok langsung tertuju pada wajah Sam yang tampan. Sam tersenyum pada Nenok. Warna merah muda samar perlahan mewarnai wajah Nenok yang pucat dan seulas senyum tampak dari bibir Nenok yang membiru kedinginan. Nenok lalu melayangkan pandangan pada orang-orang disekitarnya. Wajahnya menampakkan kebingungan.

"Ada apa dengan diriku?" tanya Nenok dengan suara berbisik dan serak.

"Kamu hampir tenggelam, Nenok," jawab Sam lembut.

Wajah Nenok makin merona merah. Suasana hening sejenak. Tiba-tiba Myb angkat bicara untuk memecah kesunyian.

"Kak Nenok, perkenalkan ini Oliver dan Juichi. Pria yang menolong kakak tadi bernama Sam. Ia rela menyelam dan memberikan pernafasan buatan untuk menyelamatkan kakak," ujar Myb cepat.

Perlahan Nenok mulai bangkit namun tubuhnya yang masih lemah membuat ia terjatuh lagi di hamparan rumput. Sam dan Dean membantu Nenok berdiri. Tubuh Nenok yang lemah ditopang oleh Sam di sisi kanan dan Dean di sisi kirinya. Mereka bertiga mulai melangkah ke arah Impala yang diparkir di depan rumah Nenok.

"Sepertinya kita harus membawa Kak Nenok ke rumah sakit," usul Myb.

Sekonyong-konyong Nenok mengangkat wajahnya, seperti baru teringat sesuatu. Nenok mengerutkan kening.

"Aku tidak mengerti. Aku merasa sehat tadi pagi. Aku ingat sesuatu..." kerutan di kening Nenok makin dalam ketika ia berusaha keras mengingat-ingat. "Ada sesuatu... tapi apa ya?" Nenok bertanya pada dirinya sendiri.

"Apa hal terakhir yang kauingat, Nenok?" tanya Sam.

"Hal terakhir yang kuingat adalah..." Nenok terdiam sejenak.

"Sepertinya aku sedang mengecek SMS yang baru masuk di inbox Cellular Phone-ku, lalu setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi," lanjut Nenok.

Sam dan Dean serempak menatap Nenok dengan ekspresi bingung. Tiba-tiba Sam mendengar Myb menghembuskan nafas lega. Mereka berlima telah sampai di samping Impala. Sam melepaskan rangkulannya dari Nenok dan membukakan pintu belakang Impala. Sementara itu, Dean membantu Nenok yang masih lemas duduk di jok belakang Impala.  

"Mungkin isi SMS itu ada hubungannya dengan peristiwa ini, Nenok. Aku akan masuk ke dalam mengambil Cellular Phone-mu. Apa kamu ingat di mana kamu meletakkannya terakhir kali?" tanya Sam.

Nenok menggeleng.

"Juichi, tolong jaga Nenok. Aku dan Ollie akan mencari Cellular Phone Nenok!" seru Sam sambil menggamit lengan Dean. Mereka berdua langsung berlari ke dalam rumah Nenok.

Beberapa menit kemudian Sam dan Dean muncul dari dalam rumah. Sam memberikan Cellular Phone kepada Nenok yang langsung mengecek inbox SMS-nya. Nenok terkesiap membaca isi sms yang terakhir diterimanya.

Aku akan segera menjemputmu. Sebaiknya kau bersiap-siap, Nenok.

1-866-907-12317

Sam memperhatikan ekspresi keterkejutan di wajah Nenok.

"Ada apa, Nenok?" tanya Sam bingung.

"Coba lihat SMS ini, Sam. Aku ingat pikiranku seperti dikuasai oleh sesuatu yang tidak kuketahui setelah membaca SMSini. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa dan aku tak mengerti kenapa aku hampir mati tenggelam di danau," kata Nenok sambil menyodorkan Cell Phone-nya ke Sam. Sam membacanya sesaat. Keningnya tampak berkerut lalu matanya menatap Nenok, Dean, Myb dan Juichi bergantian.

"Kita harus mencari tau siapa pengirim sms ini," tegas Sam.

Suasana hening. Semua sedang memikirkan cara untuk menguak SMS aneh itu.

"Aku tahu seseorang yang bisa membantu kita," kata Juichi tiba-tiba memecah kesunyian.

“Aku ingat Ambu, temanku yang bekerja sebagai wartawan di Daily Planet. Dia pernah membantuku melacak nomor Cellular Phone seorang psikopat yang pernah mengangguku lewat SMS-nya beberapa waktu lalu,” Juichi melanjutkan kalimatnya. Alis Sam terangkat dan keningnya berkerut mendengar pernyataan Juichi tersebut.

“Apa kamu yakin Ambu bisa membantu kita memecahkan kasus ini?” tanya Sam seraya menatap mata Juichi dalam-dalam. Terdengar nada keraguan dalam suaranya.

”Percaya deh sama aku,” jawab Juichi yakin.

******

Setelah mengantar Nenok dan Myb ke rumah sakit Grace, Dean bersama Sam dan Juichi pergi ke kantor Daily Planet untuk menemui Ambu.

"Hai, Ambu," sapa Juichi riang saat tiba di depan meja Ambu. Ambu spontan menoleh pada Juichi.

"Hai, Juichi. Apa kabar?" sahut Ambu.

"Baik. Oh ya Ambu, kenalkan ini Sam dan Oliver,”

”Senang berkenalan denganmu,” kata Ambu sambil bersalaman dengan Sam. Ia tersenyum sesaat lalu mengalihkan pandangannya pada Dean. Wajah Ambu tak bisa menyembunyikan keterkejutan saat melihat Dean.

”Wow, aku tidak menyangka bisa bertemu dengan pemilik Queen Corporation disini,” gumam Ambu kagum. Dean sendiri hanya tersenyum menanggapi sikap Ambu tersebut.

”Bolehkan kami ingin minta tolong sesuatu padamu?” tanya Sam menginterupsi perkenalan Ambu dengan Dean. Spontan Ambu menatap Sam.

”Ya, ada apa?” sahut Ambu.

"Bisakah kamu melacak nomor Cellular Phone ini. Nenok seperti terhipnotis setelah mendapat SMS dari nomor ini. Ia hampir saja mati tenggelam di danau,” Juichi menjelaskan seraya memberikan nomorCellular Phone itu pada Ambu.

”Nenok? Dia itu saksi mata peristiwa bunuh diri Ucha!” seru Ambu. ”Kalian ingat kan kalau Lexie yang juga menyaksikan Ucha bunuh diri telah meninggal. Lalu Nenok ini juga hampir mati. Jangan-jangan nomor ini ada hubungannya dengan kematian Uchadan Lexie!”

Dean, Sam dan Juichi terhenyak mendengar komentar Ambu.

”Bukankah sebelum Lexie meninggal, ia sempat mengatakan sesuatu pada ibunya. Kalau tidak salah, ia mengatakan KTM. Tapi arti KTM itu sendiri belum jelas dan masih dalam penyelidikan polisi,” lanjut Ambu lagi.

”Mungkin KTM singkatan dari Kraftfahrzeuge Trunkenpolz Mattighofen, produsen sepeda motor asal Austria,” tebak Sam.

”Lalu apa hubungannya sepeda motor KTM dan kematian Lexie? Bukannya Lexie bunuh diri dengan minum parfum?” tanya Ambu heran.

“KTM itu singkatan dari Kill The Messenger!” seru Dean tiba-tiba.

“APAAA?” pekik Ambu, Juichi dan Sam berbarengan.

”Aku pernah dengar lagu yang dibawakan oleh Andrew McMahon dari Jack’s Mannequin. Kalau tidak salah kalimat di bagian chorusnya adalah kill the messenger, I swear it's not me, it's just someone I used to know,” sahut Dean yakin. Dean masih ingat lagu itu karena pernah membaca liriknya di buku agenda milik Andrew sewaktu merasukinya.

“Bagaimana kamu bisa yakin, Oliver?” tanya Ambu. Dean tersenyum sebab tidak mungkin kalau ia bilang pernah berada dalam tubuh Andrew McMahon.

“Lagu Kill The Messenger yang ditulis Andrew memang penuh dengan kalimat-kalimat metafora, namun KTM yang dimaksud Lexie adalah Kill The Messenger dalam arti kata yang sebenarnya. Lalu kalimat selanjutnya bermakna bahwa Lexie bukanlah dirinya yang sebenarnya saat melakukan bunuh diri itu,” tutur Dean panjang lebar.

“SMS aneh yang diterima oleh Nenok juga memperkuat penjelasanmu, Ollie,” sambung Sam.

”Iya, tadi Nenok mengatakan kalau dia tidak ingat apapun setelah menerima SMS itu. Tahu-tahu dia sudah hampir mati tenggelam,” lanjut Juichi.

”Yap, kemungkinan besar The Messenger itu adalah si pengirim SMS aneh itu,” Dean ikut menimpali.

”Hanya ada satu cara untuk memastikannya!” Ambu segera melacak pemilik nomor Cellular Phone yang mengirim SMS aneh itu di komputernya. Tak lama kemudian muncullah hasil pencarian tersebut di monitor LCDnya.

”Lihat ini!” seru Ambu sambil menunjuk monitornya.

Serentak Dean, Sam dan Juichi buru-buru melihat hasil pencarian yang tertera di monitor Ambu.

”Pemilik nomor ini adalah Keane Maroon yang beralamat di Maple Street 1850, Kansas 7560,” Ambu membacakan hasil pencarian yang didapatnya. Juichi tercengang melihat nama dan alamat yang didapatkan Ambu tersebut. Juichi membacanya lagi kata per kata dengan seksama.

”Oh my God! Itu kan rumah Keane!” pekik Juichi kaget. ”Aku nggak menyangka Keane bisa berbuat seperti itu pada Nenok!”

”Tenang, Juichi. Mungkin ada seseorang yang menggunakan nomor Keane untuk mengirim SMS itu,” kata Sam sambil merangkul bahu Juichi untuk menenangkannya.

”Satu nomor saja belum bisa dijadikan indikator,” komentar Ambu. ”Juichi, apa kamu punya nomor Cellular Phone Ucha dan Lexie? Aku akan coba melacak SMS yang pernah mereka terima.” Juichi memberikan nomor Ucha dan Lexie pada Ambu yang segera mencari dalam programnya.

”Ternyata benar kalau Ucha dan Lexie juga pernah menerima SMS dari nomor yang sama tak lama sebelum mereka bunuh diri,” Ambu kembali membaca tulisan yang terpampang di layar monitor LCD-nya.

”Kita harus segera ke tempat Keane sebelum ia melakukan hal-hal buruk lainnya,” usul Dean. Ketika Dean, Sam, Juichi dan Ambu sedang bersiap-siap berangkat, tiba-tiba saja seorang pria berjalan menghampiri mereka.

”Ambu, mana artikelmu? Apa kamu lupa kalau hari ini deadline?” kalimat pria tersebut lebih tepat disebut vonis daripada pertanyaan. Ambu langsung tersentak mendengarnya dan serta merta mengetik sesuatu di komputernya.

”Artikel saya sudah hampir selesai, Pak Dewa,” jawab Ambu tegang. Wajahnya terlihat memucat.

”Saya tunggu di meja saya paling lambat 30 menit lagi!” hardik sang pria yang ternyata bernama Dewa itu. Alis Dewa mendadak terangkat begitu melihat Dean. Rupanya ia sangat terkejut begitu mengetahui Dean yang masih berada dalam Oliver Queen sedang berada di kantornya.

”Wah, kedatangan Anda sangat mendadak sekali, Pak Queen. Mengapa Anda tidak memberitahu saya dulu kalau Anda akan datang kemari?” tanya Pak Dewa. Rupanya Oliver Queen ini relasi Pak Dewa.

”Ya, saya sebenarnya tidak ada rencana untuk datang kemari tadi,” sahut Dean asal.

”Kemarin pembicaraan kita mengenai kerja sama bisnis kita belum selesai. Sekarang waktu yang tepat untuk melanjutkannya.” Dean sebenarnya ingin menolak ajakan Dewa namun tidak sempat karena Dewa langsung menarik lengannya dan membawanya menuju sebuah ruangan. Untungnya Dean masih sempat melirik Sam untuk mengisyaratkan agar ia cepat pergi ke tempat Keane.  

******

Sesampainya di rumah Keane, Sam dan Juichi mengendap-endap masuk ke dalam melalui jendela yang setengah terbuka.

”Juichi, ada di mana dapurnya?” tanya Sam dengan berbisik begitu memasuki rumah Keane. Alis mata Juichi langsung naik mendengar pertanyaan tersebut. ”Aku rasa Keane itu kerasukan Demon, Juichi. Jadi cara yang paling tepat untuk melumpuhkannya adalah dengan menyiramnya dengan air suci atau garam,”Sam menjawab keraguan Juichi. Juichi langsung membawa Sam ke dapur dan mencari garam. Sayangnya, meskipun mereka telah mencari di seluruh penjuru dapur, namun benda sakti bernama garam itu tak juga diketemukan.

”Aku nggak yakin deh kalau Keane punya garam. Dia itu kan nggak bisa masak,” gumam Juichi pelan.

”Kalau gitu ambil aja makanan atau minuman apapun yang mengandung garam,” perintah Sam.

Namun pencarian Sam dan Juichi lagi-lagi buntu karena tidak ada makanan asin dalam lemari es Keane, yang ada makanan manis seperti es krim, black forrest, pudding dan pai apel. Tiba-tiba Juichi mengeluarkan sesuatu dari dalam tas tangannya.

”Apa ini ?” tanya Sam. Ia melongo melihat tube berisi butiran berwarna biru kehijauan yang disodorkan Juichi.

”Sam, ini garam laut khusus untuk spa. Bisa kan pakai ini?” usul Juichi. Sam berpikir sejenak lalu mengangguk kemudian mengambil tube garam tersebut dari genggaman Juichi.

Sam dan Juichi mulai menaiki tangga dengan perlahan-lahan dan melangkah satu persatu tanpa menimbulkan suara. Ketika mencapai puncak tangga, mereka mengamati bahwa matahari mulai tenggelam di luar,dan bayangan hitam mereka membayang di koridor rumah Keane yang suram. Sam mengikuti langkah Juichi menuju kamar Keane. Pintu kamar tidur itu tertutup. Saat tiba di depan pintu tersebut, Juichi menarik nafas sejenak. Tanpa mengetuk, Juichi meraih handel pintu dan memutarnya sambil menahan nafas ketika membuka pintu itu. Pintu berderit pelan dan Juichi melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Keane yang gelap. Tiba-tiba lampu kamar Keane mendadak menyala dan membuat Juichi mengerjap-ngerjapkan mata untuk beradaptasi dengan cahaya tersebut. Jantung Juichi langsung berdegup kencang ketika sekonyong-konyong daun pintu dan jendela yang tadinya tertutup mendadak terbuka dan beberapa detik kemudian menutup lagi secara bersamaan. Sesaat kemudian terdengarlah suara yang sangat dikenal Juichi.

”Apa yang kamu lakukan di sini?” suara Keane terdengar sarkastik.

Juichi terlompat. ”Keane!” pekik Juichi kaget. Ternyata Keane sedang berdiri di balkon. Lalu ia berjalan menghampiri Juichi melalui sebuah pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon. Matanya memandang Juichi dengan curiga.

”Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Keane sinis.

Sebelum  menjawab pertanyaan Keane, Sam telah muncul di belakang Juichi. Tanpa membuang waktu lagi, ia segera melemparkan butiran garam spa ke wajah Keane

”Cuih... cuih... Hei, apa-apaan kamu melempariku dengan garam,” protes Keane sambil meludahkan garam dari mulutnya. Rupanya beberapa butir garam tertelan olehnya.

”Dan perlu kalian ketahui bahwa namaku bukan Keane. Ingat itu!” seruan Keane ini spontan membuat Juichi ternganga. Juichi lalu memicingkan matanya untuk melihat wajah Keane dengan seksama. Wajah itu kelihatan seperti Keane namun ekspresinya sangat menakutkan, pikir Juichi. Sam sendiri juga tak kalah kagetnya dengan Juichi. Ia terkesiap begitu mengetahui Keane tidak dirasuki Demon.

Keane mengalihkan pandangan pada Sam karena tindakannya barusan. Ia mendekati Sam dan matanya memandang tajam ke arah Sam lalu perlahan menengadahkan kepalanya. Seketika itu juga Sam merasakan tubuhnya perlahan-lahan terangkat dari lantai. Dalam sekejap tubuhnya telah mengambang di tengah-tengah kamar Keane. Kedua kakinya bergantung-gantung tanpa pijakan menendang-nendang panik.

”Sam!” Juichi langsung histeris melihat tubuh Sam dikendalikan oleh Keane. Teriakan Juichi itu membuat Keane menoleh ke arah Juichi. Ia menyeringai lalu menatap Juichi dengan tatapan sedingin es.

”Ssst! Sekarang jadilah gadis baik dan berjalanlah menuju balkon itu. Ayo cepat!” perintah Keane pada Juichi seraya menunjuk ke arah balkon.

Ekspresi ketakutan yang terpancar dari raut wajah Juichi berubah seketika. Tatapan Juichi mendadak kosong dengan wajah tanpa ekspresi. Juichi berjalan menuju balkon tanpa mengatakan apapun. Rupanya Keane telah berhasil menguasai pikiran Juichi.

Sam yang masih melayang di tengah kamar hanya bisa terpana melihat Juichi. Ia tak kuasa melawan kekuatan telekinesis Keane. Sam terkesiap ketika Juichi tiba-tiba menjulurkan kaki kanannya melompati terali balkon.

”Juichi!” pekik Sam. Wajah Sam pucat seketika.

”Keane! Tolong hentikan!” pinta Sam putus asa. Sayangnya, Keane tidak menghiraukan permohonan Sam. Ia malah tertawa nyaring tak terkendali. Ada kesan bengis dalam suara tawanya yang menggelegar, dan juga dalam keseluruhan sosoknya. Keane menengadah dan memandang Sam dengan seksama selama beberapa menit.

”Wah, kamu ini tampan sekali!” gumam Keane sambil menyeringai. ”Sebenarnya sayang sekali harus membunuh pria tampan. Tapi apa boleh buat, aku harus mengenyahkan orang-orang yang telah mencampuri urusanku,” lanjut Keane datar tanpa ekspresi.

Tatapan tajam Keane sekonyong-konyong membuat Sam merasakan panas tubuhnya naik seketika, darahnya bergolak dan keringat mengucur deras membasahi pakaiannya. Ia merasakan jutaan sel dalam tubuhnya seperti melebur. Tubuhnya seperti akan meledak. Rasa sakit yang amat sangat tersebut membuat Sam berteriak sekencang-kencangnya. Di tengah-tengah rasa sakitnya, ia sempat menoleh ke arah Juichi yang masih berdiri diam di ujung balkon. Hanya dengan sekali lagi perintah dari Keane, Juichi akan jatuh.

BRAK!

Keane dikejutkan oleh suara pintu yang tiba-tiba terbuka. Spontan Keane membalikkan tubuhnya ke arah suara tersebut. Ia terpana melihat Dean yang telah berdiri di ambang pintu. Dean juga sama terkejutnya dengan Keane. Ia tercengang melihat tubuh Sam mengambang di udara.  Sam menarik nafas lega begitu mengetahui kakaknya telah datang membantunya.

Tanpa membuang waktu lagi, Dean mengangkat tangan kanannya setinggi leher untuk mengeluarkan kekuatan Demon-nya dan mengarahkannya pada Keane. Tak disangka-sangka, kekuatan Dean telah menghempaskan Keane ke dinding seketika. Setelah kepalanya membentur tembok dengan keras, tubuh mungilnya jatuh ke lantai. Tampaknya benturan itu cukup keras sehingga mengakibatkan darah mengucur keluar dari kepalanya dan membasahi rambutnya yang kecoklatan. Darah tersebut juga membekas di dinding tempat kepala Keane terbentur. Keane sempat menatap Dean sesaat sebelum pingsan. Dean terkesiap. Ia tidak menyangka kekuatan Demonn-ya sekali lagi telah mencelakakan orang. Padahal ia hanya bermaksud untuk menyudutkan Keane, bukan untuk melukainya. Tampaknya Dean masih harus banyak belajar untuk mengendalikan kekuatan barunya itu.

Seketika itu juga tubuh Sam yang melayang di udara jatuh ke lantai karena pengaruh telekinesis Keane telah hilang. “Oww!” pekik Sam ketika terbanting di lantai. Dia memejamkan matanya dan terdiam sesaat untuk mengatur nafasnya sebelum bangkit dengan sempoyongan. Dean langsung tersadar dari keterkejutannya begitu mendengar erangan Sam lalu menghampiri adiknya.

”Sammy, kamu tidak apa-apa kan?” tanya Dean cemas.

”Yeah,” sahut Sam sambil mengusap-usap pinggulnya yang ngilu karena benturan tadi.

Sementara itu Juichi yang baru tersadar dari pengaruh hipnotis Keane, tersentak begitu mengetahui bahwa dirinya sedang berdiri di luar terali balkon. Dalam seketika tubuhnya gemetar dan keringat dingin keluar dari pori-pori kulitnya. Ketika Juichi berusaha menggerakkan kakinya yang gemetar, seketika ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari balkon. Tangan kanannya refleks memegang salah satu terali balkon guna menahan tubuhnya yang hampir terjatuh. Juichi dapat merasakan tubuhnya kejang ketakutan dan kedua kakinya berayun-ayun liar. Tak ada pijakan sama sekali. Jari-jari tangan kanannya yang memegang terali terasa perih dan sakit. Juichi dapat merasakan pegangannya mulai melemah.

”TOLONG!” jerit Juichi ketakutan. Mendengar teriakan itu, Sam langsung berlari menuju balkon tempat Juichi berada. Sam dapat melihat ketakutan terpancar jelas di wajah Juichi. Sam lalu membungkuk di atas terali balkon dan berusaha meraih Juichi yang masih tergantung di salah satu kisinya. Namun tangan kanan Juichi tampaknya tak mampu lagi menahan berat tubuhnya. Seketika itu juga tangannya tergelincir dan dalam sekejap tubuhnya melayang jatuh ke bawah.

”AAAAA!” Juichi menjerit kencang. Dengan sigap tangan kanan Sam berhasil meraih pergelangan tangan Juichi dan menariknya ke atas. Juichi akhirnya berhasil naik di balkon dengan selamat dan ia langsung mengambil nafas panjang dan dalam untuk menenangkan jantungnya yang masih berdegup kencang. Dean berlari menuju balkon dan membantu Sam memapah Juichi yang masih gemetaran dan membawanya ke ranjang milik Keane.

Sementara Sam menghubungi 911 untuk meminta dikirimkan ambulans, Juichi meraih Cellular Phone milik Keane yang tergeletak di atas ranjangnya. Ternyata benar, Keane yang telah mengirimkan SMS berisi kalimat-kalimat intimidasi kepada Ucha, Lexie dan Nenok.

******

BUKIT NICODEMUS
7 HARI KEMUDIAN

Dean dan Sam mendaki jalan setapak yang curam untuk menuju sebuah rumah yang terletak di dekat puncak bukit Nicodemus. Mereka menghentikan langkah pada sebuah rumah bercat putih. Sam mengetuk pintu perlahan. Tak lama kemudian datang seorang gadis membukakan pintu untuk mereka. Penampilannya yang mengenakan seragam perawat membuat Sam dan Dean menerka bahwa gadis itu adalah suster yang bekerja di rumah itu.

"Apakah kami dapat bertemu dengan Keane?” tanya Sam cepat. Mendengar pertanyaan Sam barusan, tiba-tiba mata gadis perawat itu menyipit dan mulutnya tertutup rapat menjadi sebuah garis tipis. Ia kelihatan terkejut.

”Ada keperluan apa ya?” gadis perawat itu balik bertanya.

“Kami berdua adalah teman Keane dari Met-U. Kami ingin menjenguknya,” jawab Sam sambil tersenyum.

“Tunggu sebentar ya,” Sang perawat meninggalkan Sam dan Dean di ruang tamu. Beberapa saat kemudian, seorang wanita cantik yang mengenakan jas dokter dipadukan dengan setelan berwarna merah berjalan menghampiri mereka. Wanita itu tersenyum sambil menatap Dean dan Sam bergantian lalu duduk menghadap mereka di sebuah sofa bercorak bunga mawar.

"Perkenalkan saya Sam dan ini teman saya, Oliver. Kami berdua teman Keane dari Met-U. Kami ingin sekali mengetahui perkembangan kondisinya saat ini," tutur Sam.

"Saya Red, psikiater yang menangani Keane. Maaf, saat ini keadaan Keane belum benar-benar stabil, jadi sebaiknya sebaiknya Anda tidak bertemu dengannya dulu. Saya khawatir ia dapat membahayakan diri Anda. Saya akan menjelaskan mengenai keadaannya,” kata sang wanita memperkenalkan dirinya. Ia menghela nafas sejenak lalu melanjutkan kembali pembicaraannya dengan Sam dan Dean.

"Kasus Keane ini benar-benar luar biasa. Beberapa waktu lalu Keane mengalami guncangan mental yang hebat lalu muncullah fenomena Dissociative Identity Disorder atau yang dalam istilah awam disebut kepribadian ganda dalam diri Keane," Dr Red mulai menjelaskan pada Sam dan Dean.

"Berikut ini adalah fakta-fakta yang telah terbukti kebenarannya dalam sesi pemeriksaan yang telah saya lakukan. Kepribadian pertama Keane sama seperti dirinya selama 18 tahun belakangan ini. Keane adalah gadis yang ceria, sangat suka mendengar musik, jalan-jalan, nonton, menggosip, membahas topik-topik entertainment serta senang membaca buku. Sebaliknya, kepribadian Keane lainnya, yang bernama Tania, memiliki karakter moral yang sangat berlawanan. Tania ini sering berperilaku destruktif, sering merendahkan orang lain dan pribadinya dipenuhi dengan perasaan iri serta dengki. Selain itu dia juga sangat pendendam. Masing-masing kepribadian itu sama menonjolnya, saling terpisah dan tidak saling mengenal. Keane jelas merupakan kepribadian yang paling dominan karena selalu muncul setiap hari. Kemudian kepribadiannya yang bernama Tania akan muncul selama beberapa jam, namun jarang bertahan selama lebih dari sehari. Setiap perubahan kepribadian selalu disertai dengan sakit kepala hebat dan amnesia terhadap peristiwa yang telah dilakukan oleh kepribadian lainnya sebelumnya. Kepribadian yang sedang muncul, baik itu Keane ataupun Tania selalu meneruskan episode dari kemunculan sebelumnya. Masing-masing kepribadian itu tidak menyadari waktu yang berlalu dan peristiwa apa-apa saja yang telah dilakukan oleh kepribadian lainnya." lanjut Dr Red panjang lebar.

"Bukti-bukti telah mengarah pada keterlibatan Keane atau Tania, atau siapa pun itu dalam dua kasus kematian dan satu kasus percobaan bunuh diri pada tiga orang mahasisiwi Met-U. Apakah Anda dapat menjelaskan tentang penyebab yang membuat Keane melakukan perbuatan tersebut pada mereka bertiga?" tanya Dean sambil mengunyah kue yang tersedia di meja tamu. Dr Red serta merta mengalihkan pandangannya pada Dean.

"Saya telah menginvestigasi penyebab kepribadian ganda dalam diri Keane. Keane pernah menjadi mahasiswi jurusan kedokteran umum semester lalu, namun karena ia terus menerus diintimidasi oleh Ucha dan gengnya maka ia tidak bertahan lama di jurusannya dan pindah ke manajemen. Stress yang teramat berat dan tekanan batin yang dialami Keane saat ia gagal bertahan di fakultas kedokteran, tanpa disadarinya telah mengakibatkan kepribadiannya terpecah sehingga muncullah kepribadian lain bernama Tania yang lebih kuat dan superior. Tania merupakan ekspresi dari kepribadian Keane yang muncul karena dia tidak dapat mewujudkan hal yang ingin dilakukannya, yang dalam hal ini adalah keinginan untuk membalaskan dendam kepada Ucha, Lexie dan Nenok yang dulu pernah menyakitinya. Keane saat itu telah berubah menjadi Tania mempengaruhi pikiran Ucha, Lexie dan Nenok sehingga mereka melakukan usaha bunuh diri," tutur Dr Red lagi.

"Keane telah menewaskan dua orang hanya melalui kekuatannya. Saya masih belum mengerti dari mana datangnya kekuatan itu dalam diri Keane.” Sam terus mengorek keterangan dari Dr Red.

”Keane sewaktu menjadi Tania dalam sesi terapi pernah menyatakan bahwa kekuatannya itu timbul setelah bertemu dengan seorang gadis aneh. Coba Anda bayangkan, ia mengatakan bahwa gadis yang menemuinya dalam mimpi itu memiliki mata yang putih bersih, nyaris tanpa pupil! Dialah yang menyuruh Tania untuk membunuh Ucha, Lexie dan Nenok. Saya sendiri masih belum yakin apakah gadis tersebut benar-benar ada ataukah hanya delusi belaka,” sang dokter kembali menjelaskan.

Sam dan Dean terkesiap mendengar kalimat Dr Red tersebut. Gadis bermata putih serupa dengan gambaran Lilith. Apa mungkin Lilith berniat meneruskan jejak Yellow Eyed Demon, tanya Sam dalam hati.

”Apakah anda yakin peristiwa mengerikan seperti itu tidak akan terulang lagi?" tanya Sam cemas.

"Saat itu memang pikirannya sedang tidak terkendali. Saat ini saya melakukan terapi untuk mencegah agar Tania tidak muncul lagi dalam diri Keane. Itulah mengapa Keane ditempatkan di rumah yang jauh dari masyarakat...." kalimat Dr Red terinterupsi ketika tiba-tiba gadis perawat yang membukakan pintu tadi menghampiri mereka. Dean, Sam dan Dr Red serentak menoleh ke arah gadis itu.

”Ada apa, Suster Charm?” tanya Dr Red pada sang gadis perawat.

”Keane... ” Suster Charm tidak melanjutkan kalimatnya setelah melihat Dr Red menganggukkan kepalanya yang menandakan bahwa ia mengetahui apa yang akan disampaikannya.

"Saya mohon diri dulu. Keane tampaknya sudah bangun dan saya harus memberikan Vicodin padanya," kata Dr Red seraya bangkit dari sofa.

"Terima kasih atas penjelasan anda, Dr Red," ujar Sam seraya menjabat tangan sang dokter.

"Saya sangat menghargai waktu yang telah Anda berikan, Dr Red. Apabila Anda tidak keberatan, bolehkah saya menghubungi Anda untuk mengetahui perkembangan kondisi Keane?" tanya Dean yang kemudian memberikan senyum memikatnya pada Dr Red.

"Tentu saja," Dr Red membalas senyuman Dean. Ia mengambil kartu namanya yang kemudian diberikannya pada Dean. Dr Red mengantar Sam dan Dean menuju pintu keluar. Mereka segera menyusuri jalan setapak dari punggung bukit yang dilalui tadi.

“Rupanya Lilith sedang meneruskan tindakan Yellow Eyed Demon, Sam,” gumam Dean pelan.

“Yeah, we got work to do,” sahut Sam cepat.    

*******

ASRAMA MAHASISWA MET-U
KAMAR SAM
10 HARI KEMUDIAN

Sinar matahari pagi yang menembus masuk melalui jendela membangunkan Dean dari tidurnya yang lelap. Ia beranjak ke wastafel untuk mencuci mukanya lalu mengeringkannya dengan handuk. Setelah itu ia merapikan rambut cepaknya dan membentuk jambul di ubun-ubunnya dengan kedua tangannya. Dean mengamati pantulannya di cermin sambil melamun. Suara ketukan pelan di pintu kamarnya membuyarkan lamunan Dean. Sebelum membuka pintu, Dean meraih kalung brass amulet dan cincin peraknya yang diletakkannya di atas meja lalu mengenakannya. Tak lama kemudian Dean membuka pintu kamarnya dan tampaklah wajah Juichi. Belum sempat Dean menyapa Juichi, ia sudah dikejutkan oleh histeria Juichi.

“SAM! Wah, penampilan kamu beda banget hari ini! Aku hampir aja nggak ngenalin kamu!” seru Juichi terkejut. Mata Juichi terus menatap Dean dengan seksama.

”Lalu sejak kapan kamu potong rambut jadi model cepak begini?  Pakai jambul lagi! Terus kamu kok tiba-tiba jadi pakai kalung dan cincin perak gini sih?” Juichi terus menghujani Dean dengan berbagai pertanyaan.

”Oh, aku hanya ingin sedikit merubah penampilan,” jawab Dean kalem. Tidak mungkin Dean memberitahukan pada Juichi bahwa saat ini Sam bukanlah Sam yang sebenarnya. Juichi hanya melongo mendengar penjelasan Dean. Setelah lepas dari keterkejutannya, Juichi membuka tasnya dan mengambil segulung koran.

”Oh ya, aku mau memperlihatkan berita terbaru ini,” ujar Juichi sambil menyodorkan Daily Planet kepada Dean. Dean langsung terhenyak ketika membaca artikel yang ditunjuk oleh Juichi.

Rumah di atas bukit yang menjadi tempat perawatan Keane telah hancur oleh ganasnya amukan angin chinook. Bencana tersebut telah melukai seorang perawat yang menjaga rumah itu, namun Keane menghilang seakan lenyap ditelan bumi. Dr. Red yang merupakan psikiater Keane selamat karena ia sedang tidak berada di rumah tersebut saat datangnya angin chinook. Tim SAR telah mencari dalam puing-puing reruntuhan dan menyusuri tempat disekelilingnya, namun tubuh Keane tetap tak ditemukan.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar