Author: Charmed4ever
Genre: horor.
Rating: T
Indianapolis,
Senin, Mei 2008.
Pukul 20:10 malam.
Jalanan kota Indianapolis tampak tidak terlalu ramai dengan kendaraan yang saling berpapasan. Dari kejauhan terlihat cahaya lampu sebuah mobil Chevrolet Impala yang bisa dibilang keadaannya sudah cukup antik, menghampiri sebuah pompa bensin, karena meteran bahan bakar yang hampir mendekati angka nol.
“Aku yang isi bahan bakarnya dan kau beli beberapa makanan untuk kita," ucap Dean kepada Sam sembari mengisi mobilnya dengan bahan bakar.
“Oke,” sahut Sam yang bergegas menuju sebuah mini market yang berada di dekat pengisian bensin tersebut.
Sam memasuki toko tersebut dan mengumbar sedikit senyuman pada sang pemilik toko. Sam berjalan sepanjang barisan makanan instan dan mengambil beberapa makanan untuk persediaan selama mereka di perjalanan.
“Aku ambil ini... ini... dan... ini buat Dean. Apa lagi... sepertinya sudah cukup,” ucap Sam pelan.
Sam pergi menuju kasir dengan tergesa-gesa, sampai-sampai ia menabrak seorang wanita yang berjalan dari arah yang berlawanan sehingga barang-barang belanjaannya pun terjatuh.
“Ow... no...no...no...” ujar Sam.
“Ups... maaf, aku benar-benar minta maaf,” ujar wanita tersebut.
“Tidak apa-apa,” ucap Sam sambil memungut kembali barang-barang belanjaannya dengan dibantu oleh wanita tersebut.
“Terima kasih,” kata Sam yang menebar senyuman manis sehingga memperlihatkan lesung pipi di kedua pipinya yang menambah poin plus untuk wajahnya yang tampan.
Wanita tersebut pun membalas senyuman Sam dan selanjutnya keluar dari toko tersebut. Sam melihat wanita itu keluar dari toko dan di saat itu juga Dean pun masuk sambil melirik sebentar ke wanita tersebut.
“Sam! Mengapa kau lama sekali?” tanya Dean.
“Aku baru saja akan membayar barang-barang ini,” sahut Sam.
Saat Sam hendak melangkah, tiba-tiba ia merasa kakinya menendang sesuatu. Pandangannya pun langsung tertuju pada benda tersebut. Ternyata benda tersebut adalah sebuah dompet. Tak salah lagi, dompet tersebut adalah milik wanita tadi.
“Dompet siapa itu?” tanya Dean sambil mengernyitkan dahinya.
“Wanita tadi,” sahut Sam.
“Wanita yang baru keluar tadi?” tanya Dean.
“Ya. Dean... aku harus mengembalikan dompet ini,” ujar Sam sembari memberikan semua belanjaannya kepada Dean.
“Apa? apa-apaan ini?” sahut Dean bingung.
“Kau yang bayar belanjaan itu, aku mau mencari wanita tadi. Dan... tidak usah menungguku, aku akan langsung kembali ke motel,” Sam segera berlari keluar toko.
“Shit! Sam, mengapa kau tidak membayar belanjaan ini dulu. Padahal kan kita bisa cari wanita itu sama-sama,” gumam Dean pelan sambil menuju kasir.
Sementara itu Sam mencari-cari ke mana wanita itu pergi. Ia berpikir mudah-mudahan wanita itu belum jauh. Namun, nyatanya wanita itu sudah tidak kelihatan lagi. Ia pun memutuskan untuk membuka dompet itu dan mengambil kartu pengenal yang ada di dompet tersebut.
“Selena Rae... Druid Ave 476,” ucap Sam pelan.
Kemudian ia pun menghentikan sebuah taksi yang kebetulan lewat di depannya.
“Taksi!”
“Druid Ave 476,” ucapnya pada sang supir taksi.
Taksi tersebut melaju menuju alamat yang diberitahukan oleh Sam. Kemudian tidak berapa lama taksi tersebut tiba di alamat yang dimaksud oleh Sam. Sam mencocokkan alamatnya dengan sebuah gedung lebih tepatnya sebuah tempat pelelangan barang-barang antik.
Tanpa berpikir panjang Sam masuk ke tempat itu dan mencari keberadaan wanita tersebut. Sam menjadi bingung karena tidak tahu harus menemukan wanita itu di mana. Ia pun memutuskan untuk kembali saja ke motel tempat ia dan Dean menginap.
Saat Sam akan melangkah keluar gedung, dari lift muncul wanita yang bernama Selena yang saat ini sedang ia cari tengah bersama dengan seorang pria.
“Baiklah, kau catat semua keterangan barang-barang masuk dan kau berikan padaku besok,” ucap wanita itu.
“Baik, Nona,” sang pria pun pergi meninggalkan wanita itu.
Saat wanita itu hendak pergi lagi, Sam pun memanggilnya.
“Em... tunggu, Nona!” panggil Sam.
Wanita itu pun menoleh ke arah Sam dan sedikit berpikir sepertinya ia pernah bertemu dengan pria itu.
“Maaf, kau masih ingat denganku?” tanya Sam.
“Mm... kau... oh ya, aku ingat, kau yang di toko tadi,” ucap wanita itu sambil tersenyum.
“Ya dan... aku mencarimu untuk mengembalikan dompet ini. Mungkin terjatuh saat kita bertubrukan tadi,” ujar Sam sambil memberikan dompet itu pada wanita tersebut.
“Ow... tadi kupikir dompetku tertinggal di taksi. Terima kasih kau sudah mau mengembalikannya padaku,” sahut wanita itu.
“Tidak masalah,” ucap Sam sambil tersenyum.
“Baiklah. Namaku Selena,” wanita tersebut memperkenalkan dirinya pada Sam.
“Aku tahu, em... aku tadi terpaksa melihat kartu pengenalmu di dalam dompet itu,” ujar Sam.
“It’s ok, aku mengerti,” ucap Selena.
“Namaku Sam,” ujar Sam memberitahukan namanya pada Selena.
“Baiklah... Sam, karena kau sudah menyelamatkan dompetku, aku akan mentraktirmu minum, itu pun jika kau tidak keberatan,” ucap Selena.
“Tentu... tentu aku bersedia,” ucap Sam.
“Mari ikut aku, di kantorku ada bar mininya, aku akan membuatkanmu minuman spesial,” ucap Selena sambil tersenyum pada Sam.
“Terima kasih, tapi sepertinya saat ini aku tidak minum alkohol dulu,” ucap Sam.
“Baiklah, bagaimana kalau secangkir cappuccino?” tanya Selena.
“Oke, itu juga boleh,” sahut Sam.
Kemudian mereka berdua menuju lift dan naik ke lantai atas. Pintu lift terbuka setelah tiba di lantai 17
“Jadi... kau bekerja di sini?” tanya Sam.
“Ya. Aku bekerja sebagai pemeriksa keaslian barang-barang antik yang akan dilelang di tempat ini,” jelas Selena.
Keduanya berjalan ke sebuah meja bar mini. Kemudian Selena membuatkan secangkir kopi untuk Sam.
“Kau bekerja hingga larut malam?” tanya Sam.
“Ya. Aku terpaksa melakukannya, karena beberapa hari lagi akan diadakan pelelangan, sementara banyak barang-barang baru yang masuk. Jadi aku harus memeriksa semuanya tepat waktu,” jelas Selena.
“Kau tidak memiliki asisten?” tanya Sam.
“Tentu saja aku punya. Pria yang tadi berbicara denganku di bawah, itu adalah asistenku,” sahut Selena.
Sam melihat-lihat ke ruangan tersebut dan memperhatikan beberapa barang-barang antik yang ada di tempat itu.
“Oh Sam, sepertinya gulanya habis. Aku akan ke dapur sebentar,” ucap Selena.
“Oke, silahkan,” sahut Sam.
Selena berjalan menuju dapur yang letaknya berada tidak jauh dari bar mini itu. Sam masih melihat-lihat beberapa barang antik. Kemudian perhatiannya tertuju pada sebuah benda besar yang ditutupi kain putih. Kemudian ia pun membuka kain tersebut. Benda tersebut merupakan sebuah cermin yang berukuran besar dengan ukiran indah di bingkainya.
“Wow... cermin yang besar,” ucap Sam.
“Ya. Cermin Skandinavia abad 18. Mereka bilang peninggalan raja Louis IV,” ucap Selena dari dalam dapur.
“Benda ini pasti akan menjadi bintang di pelelangan nanti,” ucap Sam sambil menyentuh cermin itu.
Saat Sam sedang menyentuh cermin itu, tiba-tiba sesuatu menarik tubuhnya.
“Kau berpikir begitu?” sahut Selena sembari membawa dua cangkir kopi menuju ruangan galeri sekaligus bar mini tersebut.
Namun Selena merasa aneh, karena ia tidak melihat Sam ada di sana. Ia memperhatikan setiap sudut ruangan itu, namun ia tidak menemukan Sam berada.
“Sam... di mana kau” ucap Selena sambil meletakkan kedua cangir kopi itu ke atas meja bar.
Ketika ia membalikkan badannya, tiba-tiba Sam sudah ada di hadapannya.
“Ow!” teriaknya pelan.
“Maaf, aku membuatmu terkejut?” ucap Sam.
“Tidak, tidak apa-apa,” sahut Selena, “Oh ya kopinya sudah jadi, maaf membuatmu menunggu lama,” ucap Selena.
“Entahlah... kenapa aku kini berpikir, sepertinya aku ingin menikmati minuman spesial yang sebelumnya ingin kautawarkan padaku. Itu jika kau tidak keberatan,” ujar Sam.
Selena merasa heran dengan ucapan Sam.
“Tentu saja, aku bersedia membuatkannya untukmu,” sahut Selena yang kemudian membuatkan minuman dari beberapa campuran minuman beralkohol yang ada di bar mini tersebut.
****
Motel Torchville,
Selasa, 11.30 pagi.
Sam bangun dari tidurnya sambil memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Kemudian Dean datang sambil membawa makanan.
“Akhirnya kau bangun juga,” ucap Dean.
“Di mana ini?” tanya Sam sambil mengucek kedua matanya.
“Tentu saja kau di motel. Lebih baik kau bersihkan dirimu dan segera isi perutmu dengan makanan ini,” ucap Dean.
Sam melangkah menuju kamar mandi dan mengunci pintunya dari dalam.
“Jadi... apa yang terjadi pada mu semalam? Apa kau berhasil menemukan wanita itu dan mengembalikan dompetnya?” tanya Dean dengan suara yang agak keras.
“Ya. Aku sudah mengembalikannya,” jawab Sam dari dalam kamar mandi.
“Dan sepertinya wanita itu mengajakmu berpesta,” ucap Dean.
“Apa?” kata Sam yang keluar dari kamar mandi.
“Sebuah taksi mengantarkanmu pulang dalam keadaan mabuk berat semalam,” ujar Dean.
“Entahlah, aku tidak begitu ingat,” sahut Sam yang merapikan rambutnya di depan sebuah cermin.
“Atau jangan-jangan kau dan wanita itu sudah...” ucap Dean sambil tersenyum dan melirik-lirik Sam.
“Apa maksudmu? Jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku bukan kau,” sahut Sam.
“Tidak apa-apa kalau kau mau seperti aku,” jawab Dean sambil tertawa geli.
Sam terdiam sejenak memikirkan apa yang dikatakan Dean.
“Hm... boleh juga sepertinya,” sahut Sam agak pelan.
“Apa? Kau bilang sesuatu?” tanya Dean.
“Tidak, aku tidak bilang apa-apa,” sahut Sam sembari mengambil makanan yang disediakan Dean dan melahapnya.
“Aku mau keluar sebentar, kau tetap di sini kan?” ucap Dean yang menuju pintu.
“Silakan saja, aku tidak peduli,” sahut Sam.
“Apa?” tanya Dean kurang dengar apa yang diucapkan Sam.
“Aku bilang... silakan kalau kau mau pergi,” jawab Sam yang sama sekali cuek terhadap Dean.
Dean merasa heran dengan sikap Sam, namun tidak berpikir yang macam-macam. Ia pun pergi meninggalkan Sam sendirian.
Saat selesai melahap makanannya, Sam pun kemudian membuka laptopnya. Kemudian terbesit di pikirannya untuk membuka situs porno. Ia pun tersenyum-senyum sendirian ketika melihat gambar-gambar yang muncul di layar laptopnya. Ketika ia sedang asik melihat gambar-gambar itu, tiba-tiba laptopnya padam. Kemudian muncul tulisan “RETURN MY...” belum selesai tulisan itu muncul, ia pun dengan segera mematikan dan menutup laptopnya.
Sesaat ia pun melihat seisi kamar tersebut yang sedikit lengang dan membuatnya merasa ada yang aneh di ruangan tersebut. Lalu ia memutuskan untuk meninggalkan kamar tersebut.
****
Di pinggir jalan, Dean sedang berbicara dengan Bobby melalui telepon.
“Ya... kami berada di Indiana. Apa kau sudah mengetahui di mana Bela?” ujar Dean.
“Maaf Dean, aku belum menemukan jejaknya. Wanita itu benar-benar lihai,” sahut Bobby.
“Sekarang apa yang harus kita lakukan tanpa Colt itu?” tanya Dean.
“Tenanglah Dean, kita pasti akan menemukan cara lain. Bagaimana dengan Ruby, apa dia mau meminjamkan belatinya pada kalian?” tanya Bobby.
“Ruby? Aku tidak begitu yakin, tapi kalau dia masih tidak mau meminjamkannya, aku akan tetap memaksanya,” ujar Dean.
“Aku harap kalian selalu berhati-hati, karena meskipun dia telah banyak membantu kita, tetapi aku masih ragu terhadap Ruby,” sahut Bobby.
“Baiklah, aku mengerti,” ucap Dean yang kemudian memutuskan teleponnya.
Saat ia membalikkan badan, tiba-tiba Ruby sudah ada di hadapannya.
“Ouch... apa kalian para iblis, harus selalu muncul tiba-tiba seperti ini?” tanya Dean pada Ruby.
“Aku tidak muncul tiba-tiba, aku sudah dari tadi ada di belakangmu,” sahut Ruby.
“Jadi... kau mendengar pembicaraanku tadi dengan Bobby” ucap Dean.
“Aku tidak peduli apa yang kalian bicarakan. Lagi pula aku menemuimu untuk memberitahukan sesuatu,” ujar Ruby.
“Memberitahukan apa? tentang Lilith?” tanya Dean.
“Tidak. Tentang Sam,” sahut Ruby.
“Ada apa dengan Sam?” tanya Dean penasaran.
“Dia... aku fikir lebih baik kau cari tahu sendiri,” ujar Ruby sambil berjalan meninggalkan Dean.
“Apa? Hanya itu tujuanmu menemuiku? Memangnya Sam kenapa?” teriak Dean.
Ruby menghentikan langkahnya mendengar teriakan Dean. Kemudian ia kembali mendekati Dean lagi.
“Yang jelas saat ini Sam membutuhkanmu. Oh ya, satu lagi... jangan pernah berPikir aku akan meminjamkan belatiku padamu,” ucap Ruby sambil tersenyum lalu meninggalkan Dean dengan penuh tanda tanya.
“Tadi kau bilang tidak peduli dengan pembicaraanku di telepon,” gumamnya pelan.
Lalu ia berpikir mengenai ucapan Ruby mengenai Sam.
“Dpa maksud Ruby?” pikirnya.
Ia pun segera pergi menuju motel tempat ia menginap. Saat tiba di sana ia menemukan kamarnya kosong. Ia memeriksa seluruh ruangan, namun tidak menemukan keberadaan saudaranya. Lalu ia mencoba menghubungi Sam melalui ponselnya, namun ponselnya tidak bisa dihubungi.
“Sam, di mana kau?” ujarnya pelan.
Kemudian ia memutuskan untuk menghubungi Bobby lagi, dan mencari Sam di luar.
“Halo... Bobby, aku perlu bantuanmu sekarang juga.”
****
Malam hari, sekitar pukul 21:00
Dean dan Bobby menyusuri jalan mencari keberadaan Sam, namun mereka tidak menemukannya hingga malam hari. Tampak kecemasan meliputi wajah Dean. Ia sangat mengkhawatirkan keadaan Sam dan mulai berPikir yang tidak-tidak tentang apa yang terjadi dengan Sam saat ini.
Bobby masih mencoba menghubungi ponsel Sam, namun tetap saja tidak terhubung.
“Masih tidak aktif,” ujar Bobby.
“Sam... di mana kau?” ucap Dean cemas.
“Apa menurutmu kejadian yang dulu terulang lagi?” ucap Bobby.
“Entahlah Bobby, aku benar-benar bingung,” sahut Dean.
“Apa yang dikatakan Ruby tentang Sam?” tanya Bobby.
“Dia sama sekali tidak memberiku petunjuk,” jawab Dean.
Lalu Dean memutar balik mobilnya dan memutuskan untuk kembali ke motel.
“Kita ke mana?” tanya Bobby.
“Kembali ke motel, siapa tahu Sam sudah kembali ke sana,” ujar Dean.
****
Setibanya di motel, mereka berdua pun langsung menuju ke kamar. Dan ketika Dean membuka pintu kamarnya, mereka berdua terkejut melihat apa yang sedang terjadi di kamar tersebut.
“Sam!” teriak Dean ketika melihat Sam sedang bersama dua orang wanita yang tidak dikenal dalam keadaan semi telanjang sedang bermesraan di atas tempat tidur.
Melihat kedatangan Dean dan Bobby, spontan Sam beranjak dari tempat tidurnya yang saat itu hanya mengenakan celana dalam boxer-nya.
“Sam... apa yang sedang kau lakukan?” tanya Dean yang sesaat melirik kepada dua wanita yang semi telanjang yang ada di hadapannya.
Karena kedatangan Dean dan Bobby, kedua wanita penghibur tadi segera mengambil pakaiannya dan bergegas pergi meninggalkan tempat itu.
“Bye Sam... sampai ketemu besok...” ucap salah satu wanita sambil tersenyum dan melirik dengan tatapan menggoda kepada Dean.
“Oh... bagus. Sekarang kau merusak kesenanganku,” ucap Sam dengan ketus.
“Sepertinya aku harus meninggalkan kalian berdua di sini,” ujar Bobby yang kemudian pergi meninggalkan kedua bersaudara itu untuk berbicara.
“Ke mana saja kau? Aku mencarimu seharian, dan ponselmu tidak bisa dihubungi, itu jelas membuat aku khawatir terhadapmu,” ucap Dean.
“Mengapa kau harus peduli padaku?” ucap Sam sambil mengenakan pakaiannya kembali.
“Tentu saja aku peduli padamu. Aku adalah kakakmu, dan aku bertanggung jawab atas keselamatanmu,” ujar Dean.
“Benarkah? Lalu siapa yang bertanggung jawab atas keselamatanmu?” tanya Sam.
Dean sedikit tersentak mendengar perkataan adiknya.
“Mau kemana kau?” tanya Dean ketika melihat Sam yang hendak pergi lagi.
“Aku mau meneruskan kesenanganku yang tadi kauganggu,” sahut Sam.
“Apa? Sam! Apa yang ada di benakmu?” tanya Dean lagi.
“Kenapa Dean? Kau cemburu karena aku bisa mendapatkan wanita yang lebih banyak sesukaku? Ayolah saudaraku, bukankah kau yang lebih sering bersenang-senang seperti ini?” ucap Sam sambil meninggalkan Dean sendirian di kamar itu.
Di luar Sam berpapasan dengan Bobby.
“Sam!” panggil Bobby.
“Maaf Bobby, Dean yang lebih membutuhkanmu bukan aku,” sahut Sam yang langsung saja pergi meninggalkan Bobby keluar dari motel.
Lalu Sam menyapa dua wanita penghibur tadi, yang saat itu masih berada di luar motel.
****
Sementara itu di kamar motel, Dean sedang duduk di atas tempat tidur, ketika Bobby datang menghampirinya. Segala macam pertanyaan meliputi kepala Dean. Ada apa dengan Sam sebenarnya.
“Kau baik-baik saja?” tanya Bobby.
“Tidak. Aku sedang tidak baik,” sahut Dean.
“Mungkin Sam perlu sedikit udara segar, lebih baik kau membiarkannya sejenak,” ucap Bobby sambil menepuk pundak Dean.
“Kemarin dia baik-baik saja. Tidak ada indikasi kalau ia sedang marah padaku,” ucap Dean.
“Lebih baik kau beristirahat. Dan bicara lagi dengannya besok,” ucap Bobby.
“Tidak, Bobby. Aku masih tidak mengerti dengan sikap Sam. Apalagi dengan ucapan Ruby. Aku masih berpikir apa maksud ucapannya tentang Sam.”
“Dean. Dengar ucapanku... istirahatlah. Tenangkan pikiranmu. Aku yakin besok kau akan menemukan jawaban yang pasti,” ucap Bobby
“Oh ya, sementara aku juga akan menginap di motel ini. Aku tadi sudah memesan kamar,” lanjut Bobby.
****
Keesokan paginya…
Dok...dok... dok... suara ketukan pintu.
“Bobby!” panggil Dean.
Bobby membuka pintu kamarnya dan melihat Dean yang berwajah penuh kecemasan.
“Ada apa? Apa Sam baik-baik saja?” tanya Bobby.
“Entahlah, tapi aku berpikir, mungkin Sam telah dirasuki iblis seperti kejadian yang dulu,” ujar Dean.
“Apa kau yakin?” tanya Bobby.
“Tidak sepenuhnya, tapi yang jelas tidak ada salahnya kalau kita berpendapat begitu,” ucap Dean.
“Baiklah. Kalau begitu kita harus mempersiapkan segalanya ketika dia kembali,” ujar Bobby.
Keduanya segera menuju ke kamar yang disewa Dean dan Sam. Bobby membuat perangkap iblis di langit-langit kamar, sementara Dean mempersiapkan sejumlah holy water.
Saat Dean berada di kamar mandi untuk mengambil sedikit air, tiba-tiba perhatiannya tertuju pada cermin yang ada di hadapannya. Sesaat kemudian cermin itu berembun dan perlahan tertulis sebuah tulisan di permukaan cermin yang berembun itu.
“DEAN... SAVE ME...”
Melihat tulisan tersebut spontan Dean memanggil Bobby.
“Bobby!” teriaknya.
Bobby pun dengan cepat berlari ke kamar mandi untuk melihat mengapa Dean memanggilnya seperti itu.
“Dean, ada apa?” tanya Bobby.
“Lihat cermin itu,” ujar Dean.
Bobby melihat cermin itu, namun ia hanya melihat cermin yang berembun mulai menetes, sehingga tulisan tadi tidak terlihat lagi.
“Ada apa dengan cermin itu?” tanya Bobby.
“Tadi ada sebuah tulisan di cermin itu,” ujar Dean.
“Tulisan apa? aku tidak lihat apa-apa, hanya cermin yang berembun,” ucap Bobby.
“Bobby. Aku yakin sekali dengan apa yang kulihat. Di sana tadi ada tulisan Dean.. selamatkan aku. dan aku tidak mengerti apa maksudnya,” jelas Dean.
“Jika kau begitu yakin, mungkin ini ada hubungannya dengan Sam,” ucap Bobby.
Ketika mereka sedang memikirkan tentang ke anehan itu, seseorang masuk ke dalam kamar, dan ia adalah Sam yang terlihat sedikit mabuk. Dean yang melihat kemunculan Sam langsung mencengkeramnya dan mendorongnya ke dinding.
“Apa-apaan ini,” tanya Sam heran.
“Siapa kau, lebih baik kau segera meninggalkan tubuh adikku,” ucap Dean geram.
“Apa yang kau bicarakan? Lepaskan aku,” tanya Sam heran.
“Kau masih belum mengaku juga.”
Dean kemudian menyiramkan holy water ke wajah Sam, namun tidak ada reaksi apa-apa selain membuat Sam semakin kesal.
“Apa yang... kau menyiram wajahku... kaupikir aku tanaman yang harus disiram air,” ujar Sam sambil mendorong Dean.
Dean dan Bobby merasa heran karena tidak ada reaksi dari holy water tersebut.
“Kalian berdua benar-benar suda gila, mungkin sebaiknya aku tidak perlu kembali lagi ke sini,” ucap Sam emosi.
Ia pun memutuskan untuk pergi dari kamar itu. Namun belum sempat ia keluar dari kamar, Dean dengan cepat menarik Sam dan mendorongnya ke tempat tidur, di mana tepat di atas tempat tidur itu sudah di buat perangkap iblis.
“Kau benar-benar sudah membuat kesabaranku habis,” ucap Sam.
Sam melompat menerjang Dean dan memukul wajah Dean beberapa kali. Bobby yang melihat hal itu langsung melerai mereka.
“Sam! Ada apa denganmu? Mengapa kau memukul saudaramu?” tanya Bobby.
“Seharusnya aku yang bertanya dengan kalian. Kalian pikir aku iblis harus diperlakukan seperti itu. Huh... kalian bahkan membuat sebuah perangkap iblis untukku,” ujar Sam kesal.
Dean dan Bobby semakin heran karena Sam sama sekali tidak terkena efek perangkap tersebut.
“Sam, kami hanya ingin membuktikan kalau kau sedang dirasuki iblis,” ujar Dean.
“Dan sekarang apa sudah terbukti?” tanya Sam lagi.
“Sam maafkan kami, Dean melakukannya karena khawatir padamu,” ujar Bobby.
“Berhentilah mengkhawatirkanku, aku benar-benar muak padamu Dean,” ucap Sam marah dan emosi.
“Sam...”
“Hentikan! Aku putuskan mulai sekarang, aku tidak akan bersamamu lagi. Aku pilih jalanku dan kaupilih jalanmu sendiri,” ujar Sam sambil mengemaskan barang-barangnya dan pergi meninggalkan tempat itu.
“Aku benar-benar tidak mengerti, aku sangat yakin ada sesuatu yang terjadi pada Sam,” ucap Dean.
“Kalau begitu pikirkan sejak kapan ia mulai berubah sperti itu,” ujar Bobby.
“Terakhir kami berdua baik-baik saja, sampai ketika... wanita itu!”
“Wanita siapa, maksdumu Ruby?” tanya Bobby.
“Tidak. Maksudku bukan Ruby, tapi wanita yang Sam temui di toko dekat pompa bensin. Sam menemukan dompet wanita itu terjatuh dan ia memutuskan untuk mengembalikannya kepada wanita tersebut,” jelas Dean.
“Kalau begitu cari tahu siapa wanita itu, sementara aku akan mengikuti Sam kemana pun ia pergi,” ujar Bobby.
Kedua pria tersebut segera bergegas dari tempat itu dan menjalankan tujuan masing-masing.
****
Bobby mengikuti Sam tanpa sepengetahuannya. Sementara itu Dean pergi menuju toko yang kemarin mereka datangi untuk mencari informasi mengenai wanita yang dompetnya ditemukan oleh Sam.
“Selena? Itu namanya?” ucap Dean.
“Ya, dia sering berbelanja di sini,” sahut sang pemilik toko.
“Kau tahu di mana dia tinggal?” tanya Dean.
“SAku kurang begitu tahu, tapi aku tahu di mana ia bekerja,” sahut pemilik toko.
“Di mana?” tanya Dean dengan antusias.
“Dia seorang peneliti barang-barang antik, kalau tidak salah kantornya berada di sekitar Druid Ave,” jelas pemilik toko.
“Terima kasih atas informasinya,” sahut Dean sambil bergegas tanpa pikir panjang lagi.
****
Sekitar jalan Druid Ave.
Rabu, Pukul 13:00 siang.
Dean menyusuri jalanan Druid Ave untuk menemukan tempat yang dimaksud oleh pemilik toko tadi. Setelah berkeliling-keliling mencari, akhirnya Dean melihat sebuah gedung dengan tulisan The Antic Buckland di atasnya. Ia pun berkeyakinan bahwa itulah tempat kerja Selena.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, di saat Dean tiba di tempat itu, ia pun melihat Selena muncul dari dalam gedung. Meskipun Dean hanya melihat sekilas wajahnya sewaktu berpapasan di toko dua hari yang lalu, ia cukup mengingat wajah wanita yang bernama Selena tersebut.
Ia pun tidak membuang-buang kesempatan itu. Dean keluar dari mobilnya dan segera menghampiri Selena yang sedang menunggu taksi lewat.
“Selena!” teriak Dean.
Selena pun menoleh ke asal suara yang memanggilnya.
“Maaf, apa aku mengenalmu?” tanya Selena.
“Kau tidak kenal aku, aku pun begitu. Tapi kau pasti kenal Sam,” ucap Dean.
“Sam?” ucap Selena sambil mengingat-ingat nama itu.
“Ya, Sam Winchester. Orang yang telah mengembalikan dompetmu yang terjatuh di toko dekat pompa bensin dua hari yang lalu,” ujar Dean begitu lengkap.
“Oh, Sam yang itu... tentu aku ingat. Memangnya ada apa dengannya?” tanya Selena.
“Sebelumnya, namaku Dean, dan aku adalah saudaranya Sam,” ucap Dean.
“Kau Dean? Sam sempat bercerita tentangmu,” ujar Selena.
“Benarkah? Mmm... aku rasa kita perlu bicara, tapi tidak di sini. Bagaimana kalau di mobilku?” ujar Dean.
Selena berfikir sebentar kemudian ia pun menyetujui permintaan Dean.
“Baiklah,” ucap Selena.
Keduanya menuju mobil Chevy Impala milik Dean, dan kemudian Dean pun mulai memberitahukan maksudnya menemui Selena.
****
“Berbeda? Apa maksudmu Sam jadi berbeda?” tanya Selena.
“Ya sejak ia kembali dengan keadaan mabuk setelah mengembalikan dompet milikmu,” jelas Dean.
“Aku pikir kau ada benarnya,” ujar Selena.
“Maksudmu?” tanya Dean penasaran.
“Sewaktu ia bersamaku, aku menawarkannya sebuah minuman sebagai tanda terima kasihku karena telah mengembalikan dompetku. Lalu ia menolaknya karena alasan tidak minum alkohol untuk sementara waktu. Kemudian aku menawarkannya secangkir cappuccino. Dan ketika aku memberikan cappuccino itu, tiba-tiba ia malah memintaku untuk membuatkan minuman beralkohol yang sebelumnya aku tawarkan. Dan kemudian ia mulai meneguk beberapa minuman sampai akhirnya ia mabuk. Lalu aku memutuskan menyuruh taksi untuk mengantarkannya ke motel tempat ia menginap,” jelas Selena.
“Bagaimana kau bisa tahu tempat kami menginap?” tanya Dean.
“Sam sempat memberitahukannya padaku,” ucap Selena.
“Apa kau yakin tidak ada sesuatu yang terjadi pada Sam?” tanya Dean lagi.
“Entahlah, karena aku sempat meninggalkannya di ruanganku ketika aku mengambil beberapa gula di dapur yang ada di kantorku,” ujar Selena.
“Kau bekerja sebagai peneliti barang-barang antik kan?” tanya Dean.
“Ta. Itu kantorku, kau bisa melihatnya,” sahut Selena.
Dean berpikir sesuatu sejenak.
“Apa yang kau pikirkan?” tanya Selena.
“Apa saat itu Sam melihat beberapa barang-barang antik milikmu?” tanya Dean lagi.
“Ya, dia memperhatikan beberapa barang, tapi ia sempat tertarik dengan sebuah cermin antik,” ujar Selena.
“Cermin?”
“Ya, cermin Skandinavia abad 18 milik raja Louis IV. Memangnya kenapa?” tanya Selena heran.
“Entahlah, aku berpikir mungkin barang itu memiliki... kutukan,” ujar Dean.
“Apa? Kau bercanda?” ucap Selena dengan nada tidak percaya.
“Mungkin terdengar aneh tapi tidak ada salahnya jika aku berpikir begitu,” ucap Dean.
“Mengapa kau berpikir begitu?” tanya Selena semakin heran.
“Karena... kami sudah biasa menghadapi hal-hal seperti ini,” jelas Dean.
“Apa maksudmu?” tanya Selena.
Dean menceritakan siapa dia dan Sam sebenarnya, dan apa yang mereka kerjakan selama ini.
“Kau boleh tidak percaya, tapi itulah yang sebenarnya.”
Selena benar-benar dibuat bingung dengan hal-hal yang di ceritakan Dean karena seumur hidupnya baru kali ini ia mendengar kalau ada dunia lain di luar kehidupan dunia manusia.
“Jadi menurutmu cermin itu memiliki kutukan. Tapi selama aku bekerja di sini dan memeriksa cermin itu aku tidak pernah mengalami hal-hal yang aneh sedikit pun,” ujar Selena.
“Entahlah. Tapi yang pasti aku ingin melihat cermin itu,” ucap Dean.
“Tentu, cermin itu tersimpan di gudang, kau bisa melihatnya sekarang, karena dua hari lagi cermin itu akan dilelang,” sahut Selena.
“Baiklah kalau kau tidak keberatan.”
****
Selena membawa Dean ke ruang gudang penyimpanan barang-barang antik.
“Itu cerminnya,” tunjuk Selena ke sebuah benda besar yang ditutupi oleh kain putih.
Dean lalu mendekati cermin itu dan membuka kain penutup cermin tersebut. Lalu alangkah terkejutnya saat ia melihat bayangan Sam berada di dalam cermin tersebut.
“Sam!” teriak Dean.
“Dia lebih baik berada di sana,” ucap Selena.
Dean merasa heran mendengar ucapan Selena.
“Apa maksudmu?” tanya Dean.
Selena hanya tersenyum mendengar pertanyaan Dean. Lalu tiba-tiba matanya berubah menjadi hitam semua sambil tertawa mengejek pada Dean.
“Kau...”
“Sepertinya kau tidak akan pernah bisa menyelamatkan saudaramu,” ucap Selena sambil tertawa.
“Akan kubunuh kau,” ancam Dean.
Namun ketika Dean akan menyerang Selena, masuk beberapa orang yang bekerja di tempat itu dengan mata yang menghitam.
“Ternyata kalian sudah merencanakan hal ini,” ujar Dean kesal.
Orang-orang yang sedang dirasuki iblis tersebut mulai menyerang Dean. Namun sepertinya Dean agak kewalahan karena ia harus menghadapi empat orang sekaligus. Melihat hal itu Selena hanya tersenyum senang.
Saat Dean semakin terdesak, karena dipukuli oleh empat orang pria. Tiba-tiba seseorang menusuk Selena dari belakang.
“Aark!!”
Tubuh Selena pun roboh akibat tikaman yang ternyata dilakukan oleh Ruby.
“Sepertinya kau membutuhkan bantuanku,” ujar Ruby sambil tersenyum.
Keempat orang pria yang sedang dirasuki iblis tersebut pun mulai menyerang Ruby. Melihat sebuah kesempatan, Dean mengambil holy water dari saku celananya dan menyiramkannya ke wajah orang-orang tersebut. Lalu dengan gesit, Ruby menusukkan belatinya ke tubuh orang-orang yang dirasuki iblis itu. Mereka pun roboh tak bergerak lagi akibat tusukkan dari belati tersebut.
“Kau baik-baik saja?” tanya Ruby.
“Mengapa kau tidak menceritakan hal ini padaku dari awal?” tanya Dean kesal.
“Maaf Dean, aku terpaksa melakukannya agar kau bisa menemukan penjelasan tentang semua ini sendirian. Tanpa bantuan siapapun,” ujar Ruby.
“Terima kasih atas nasehatnya,” sahut Dean sambil membersihkan darah yang keluar dari luka di bibirnya.
Kemudian ia pun teringat akan keadaan Sam yang terperangkap di dalam cermin.
“Sam! Aku akan mengeluarkanmu,” ujar Dean sambil mengambil sebuah patung dan hendak memecahkan cermin tersebut.
“Dean tunggu! Apa yang kau lakukan?” teriak Ruby.
“Tentu saja membebaskan Sam,” sahut Dean.
“Membebaskannya? Yang ada justru kau akan membunuhnya,” ucap Ruby.
“Apa maksudmu?” tanya Dean.
“Sebenarnya Sam yang bersamamu selama ini memang adikmu. Hanya saja dengan perasaan dan emosi yang berbeda,” ucap Ruby.
“Aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu,” kata Dean semakin heran.
“Selama ini kau mengenal Sam yang pendiam, Sam yang baik, Sam yang penurut tapi tanpa kau sadari, kalau dia juga memendam perasan, memendam amarah. Perasaan ingin bebas, perasaan tersakiti, perasaan kehilangan seorang yang ia cintai. Ia memendam semua perasaan itu sampai akhirnya Selena memanfaatkan cermin itu untuk menahan Sam yang pendiam dan membebaskan Sam yang pemberontak. Jika kau memecahkan cermin itu, maka Sam yang pendiam yang kau kenal selama ini akan hilang untuk selamanya. Dan yang kau miliki hanyalah Sam yang liar, suka marah-marah dan sulit diatur seperti yang sudah kau lihat,” jelas Ruby.
“Lalu apa yang harus aku lakukan untuk mengembalikannya menjadi Sam yang kukenal selama ini?” tanya Dean.
“Kau harus membuat Sam yang sekarang mau menyentuh cermin itu. Setelah itu aku yakin semuanya akan kembali seperti sedia kala. Kau akan menemukan Sam mu yang dulu lagi," jelas Ruby.
Dean kemudian mencoba menghubungi Bobby yang saat itu sedang mengintai gerak-gerik Sam di sebuah bar.
“Dean... ya, aku masih mengikuti Sam, dia sedang berada di sebuah bar,” ucap Bobby.
“Bobby aku perlu bantuanmu,” ucap Dean.
****
Scarlet Bar.
Pukul 19:20 malam.
Sam sedang menyaksikan beberapa orang wanita sedang melakukan tarian striptease. Kamudian seorang pria bertubuh besar tanpa sengaja menyenggolnya dan membuatnya menjadi marah.
“Hey, kau!” panggil Sam.
“Apa? kau punya masalah denganku?” tanya pria itu.
“Ya, kau mengganggu kesenanganku,” jawab Sam.
Lalu pria bertubuh besar tadi memanggil beberapa orang temannya dan bersiap untuk menghajar Sam.
“Ayo, kalian semua maju. Lawan akum” tantang Sam.
Perkelahian yang tak seimbang pun terjadi. Sam harus menghadapi beberapa orang pria bertubuh besar sendirian. Ia pun menjadi bulan-bulanan orang-orang tersebut.
Mengetahui hal tersebut, Bobby tidak tinggal diam. Ia pun membantu Sam mengatasi pria-pria bertubuh besar itu. Bar itu kini benar-benar kacau, bahkan kini perkelahian itu melibatkan pihak ketiga, yang merasakan dampak dari perkelahian itu.
Menemukan sebuah kesempatan, Bobby membawa lari Sam keluar dari bar tersebut.
“Lepaskan aku, aku tidak membutuhkan bantuanmu. Aku bisa menghadapi mereka semua,” ujar Sam.
“Aku tahu. Kau sedang kesal kan? Sebenarnya kau kesal terhadap Dean kan? Kalau begitu mengapa kau tidak mencarinya lalu menghajarnya sampai kau puas,” ucap Bobby.
Sam diam saja mendengar ucapan Bobby.
“Kalau kau ingin menghajarnya, aku tahu di mana Dean berada sekarang,” ucap Bobby.
Sam bersedia ikut bersama Bobby untuk menemui Dean. Kemudian Bobby membawa Sam ke Antic Buckland, di mana Dean berada dan sedang menunggunya.
****
“Dia berada di gudang itu. kalau kau ingin melepaskan kemarahanmu padanya, lebih baik kau lakukan sekarang,” ucap Bobby.
Sam kemudian berjalan menuju gudang itu dan menemukan Dean yang sudah menunggunya di sana.
“Akhirnya kau datang juga,” ujar Dean.
Tanpa basa basi lagi, Sam langsung meninju wajah Dean. Namun Dean sama sekali tidak memberikan perlawanan.
“Mengapa kau diam saja? Mengapa kau tidak melawanku?” teriak Sam.
“Aku tidak akan melawanmu,” ucap Dean.
“Mengapa kau tidak melawanku? Mengapa semua orang harus peduli padaku? Mengapa semua orang yang peduli padaku harus pergi? Pertama Mom, Jessica, lalu Dad, dan tidak lama lagi kau pun akan menjemput mereka. Mengapa kalian harus meninggalkanku sendirian?” teriak Sam yang perlahan menghentikan pukulannya pada Dean.
“Sam... aku mengerti perasaan mu. Tidak ada satu pun dari kami yang ingin meninggalkanmu. Terkadang aku juga tidak mengerti, mengapa kita harus menjalani hidup seperti ini. Terkadang aku sangat menginginkan hidup normal seperti orang-orang pada umumnya. Tapi inilah hidup. Hidup yang sudah digariskan pada kita. Dan kita tidak bisa menolaknya.”
“Omong kosong dengan semua itu!” teriak Sam.
“Sam... aku tidak akan pernah meninggalkanmu, aku akan selalu dan selalu bersamamu sampai kau tidak lagi membutuhkan keberadaanku.”
Sam hanya terdiam mendengar ucapan Dean. Kemudian ia hendak pergi meninggalkan Dean.
“Sam! Kau pernah bertanya padaku, siapa yang akan mempedulikanku. Aku akan beritahu jawabannya. Orang itu adalah orang yang ada di dalam cermin itu,” ujar Dean sambil menunjuk ke cermin yang ditutupi oleh kain putih.
Kemudian Ruby muncul dari belakang cermin itu dan membuka kain putih penutup cermin tersebut. Sam melihat bayangannya sendiri. Namun bayangan itu dalam keadaan terperangkap di dalam cermin tersebut.
“Orang itulah yang selalu mempedulikan keadaanku. Jadi kumohon kembalikan dia padaku,” ucap Dean sambil mencoba untuk berdiri.
Sam berjalan perlahan ke cermin itu, dan menatap bayangannya sendiri yang sedang memukul-mukul cermin itu untuk keluar dari sana.
“Biarkan aku bersama dengannya seperti dulu,” ucap Dean.
Sam dengan perlahan mengangkat tangannya untuk menyentuh cermin tersebut. Saat jarinya menyentuh cermin itu, sebuah cahaya putih menyilaukan menyinari tempat itu. Saat cahaya itu menghilang, Dean dan Ruby melihat tubuh Sam tergeletak di lantai.
“Sam... Sam... sadarlah,” ujar Dean sambil menggoyang-goyangkan tubuh Sam untuk menyadarkannya.
Perlahan Sam membuka kedua matanya dan melihat dirinya berada di tempat yang asing.
“Di mana aku? Bukankah aku sedang bersama Selena? Dean sedang apa kau di sini?” tanya Sam heran.
“Kau tidak ingat apa yang terjadi?” ucap Dean.
“Tidak. Aku tidak ingat apa-apa, terakhir aku ingat kalau aku sedang bersama Selena, wanita yang dompetnya kutemukan,” ujar Sam.
“Ayo, bangunlah, aku akan menceritakannya padamu nanti,” ujar Dean.
Saat Dean mencoba membantu Sam berdiri, ia tidak menemukan Ruby lagi. Wanita itu sudah tidak ada lagi di sana.
“kau sedang cari siapa?” tanya Sam.
“Tidak ada. Ayo kita pergi dari sini, Bobby sudah menunggu kita di luar,” sahut Dean.
Sam dan Dean pun keluar dari gudang itu, dan Bobby pun menghampiri mereka.
“Terima kasih Bobby kau sudah sangat membantu,” ujar Dean.
“Tidak masalah,“ sahut Bobby, “hai Sam, bagaimana dengan keadaanmu?” tanya Bobby.
“Entahlah. Yang jelas kalian berdua harus menjelaskan semuanya padaku nanti,” ujar Sam.
Mereka pun bergegas meninggalkan tempat itu.
Sementara itu, ternyata Ruby masih berada di dalam gudang itu. Kemudian ia mengambil sebuah besi dan menghancurkan cermin antik tersebut.
FIN
Sabtu, 21 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar