Rabu, 11 November 2009

Fic: An Epic Battle (The War Must Go On)

Author : RED_dahLIA
Genre : Fantasy, ada action & romancenya.
Warning : Self Insert

Summary : Sam and Dean with other hunters  trying to deal with the intrigue between a werewolve and a vampire.
Rating : T

Author’s Note : Terinspirasi dari film Underworld & Van Helsing. Di FF ini sengaja aku buat dua tokoh OC. Ada juga karakter laennya (Nenok & Juichi) sama seperti FF Dewa yg dulu itu loh.


4.30 A.M., Shelbyville, Indiana,



Es gibt kein wohin man läuft, Eos Juno.” Kau tak bisa lari lagi, Eos Juno.

Suara bernada dingin itu keluar dari mulut sesosok makhluk mengerikan. Dengan bulu lebat kelabu menyelubungi sekujur tubuh, sepasang telinga runcing yang berdiri tegak dan moncong panjang penuh taring tajam, werewolf jantan itu memang terlihat begitu menyeramkan.

Namun lawan bicaranya juga punya penampilan yang tak kalah mengerikan. Kulitnya berwarna biru pucat serupa mayat. Rambutnya yang panjang hitam sepinggang berkibar-kibar di balik punggungnya yang ditumbuhi sepasang sayap besar, memberikan efek dramatis. Begitu pula dengan dua pasang taring yang mencuat melewati bibir keunguannya. Gadis itu vampire.

“Ich werde nicht laufen, Boreas Equinox, Ursache, die ich Sie bald töten werde.“ Aku tidak akan lari, Boreas Equinox, karena aku akan segera membunuhmu.




Werewolf itu menanggapi ancaman sang vampire dengan seloroh menghina, ““Nicht bilde tue mich laught! Sie werden nie nah an Note ich. Egal wie stark Sie haben versucht.“ Jangan buat aku tertawa! Kau bahkan tak mampu menyentuhku sedikitpun, tak peduli bagaimana kerasnya kau mencoba.

Wir sehen. Ich überprüfe, ob das letzte Wort, das heraus Ihr Mund schreien, ist eine Entschuldigung.“ Kita lihat saja nanti. Aku akan pastikan kalau kata terakhir dari mulutmu adalah permohonan maaf.

Ich sage nicht, dass irgendwelche sich entschuldigen. Ich bin unschuldig und ich hatte bereits zu Ihnen für tausendmal gesagt! Neben, möglicherweise ist es meine Zeit, Sie zuerst zu töten.“ Aku tak sudi memohon maaf untuk apa pun. Aku tak bersalah dan aku sudah mengatakan ini ribuan kali! Lagipula, mungkin ini giliranku untuk membunuhmu terlebih dulu.

Semilir angin mengisi kekosongan di tanah lapang tempat dua orang (ekor?) monster itu berada, berdiri saling berhadap-hadapan dengan posisi siap tempur. Dilatarbelakangi langit kelam berselaput cahaya jingga pertanda fajar akan segera menyingsing, pertempuran akan segera dimulai.

Lassen Sie bereits Ihren Willen beenden?“ Kau sudah menyiapkan surat wasiat?

Sambil mengatakan itu, Eos, nama vampire itu mengeluarkan sepucuk Metraliur (sejenis senjata api) dan mengarahkan senjata itu ke arah Boreas, sang werewolf, dan berujar, “Eine silberne Gewehrkugel. Sie werden nicht überleben, Boreas.“ Peluru perak. Kau tak akan bisa selamat lagi, Boreas.

“Ich habe etwas für Sie auch.“ Aku juga punya sesuatu untukmu.

Boreas mengeluarkan sebuah busur lengkap dengan anak panah Titanium yang sudah siap untuk ditembakkan. “Lässt sehen, wem ist der erste Mörder zwischen uns!“ Mari kita lihat siapa yang akan lebih dulu jadi seorang pembunuh!

Tanpa terasa, udara pagi segar datang menghantar bersamaan dengan munculnya sang mentari dari balik peraduan. Langit kelam pun berangsur-angsur mulai berubah jingga dengan kehangatan yang menyeruak. Sinar matahari datang merambah ke seluruh penjuru. Dini hari telah berubah menjadi pagi.

Seiring dengan kemunculan matahari, kedua sosok monster itu tadi pun berubah wujud. Sang werewolf berubah menjadi seorang pemuda tinggi tegap, berambut pirang cerah dan memiliki tatapan tajam menusuk. Overcoat berbahan kulit membalut tubuhnya yang kekar dan menjadikan penampilan pemuda itu terlihat sangat menarik. Sedangkan si gadis vampire juga telah berubah ke wujud aslinya, seorang gadis cantik dengan tubuh berisi tapi terkesan gagah, berambut hitam legam serupa dengan warna pakaian ketat yang sedang dikenakannya.

Terdengar jerit kesakitan lirih dari bibir Eos ketika mendadak kulit wajah dan kedua tangannya mengeluarkan asap tipis. Kedua bagian itu tidak terlindungi dan kita semua tahu bahwa para vampire tidak tahan dengan sinar matahari. Seketika Eos duduk bersimpuh dengan kulit wajah dan kedua tangan melepuh. Ekspresinya terlihat sedang susah payah menahan sakit. Di tanah lapang itu tidak ada tempat untuk berlindung baginya dari serangan sinar matahari. Dia kini tidak berdaya.

Boreas tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk menembakkan panah Titaniumnya. Dia justru terdiam sejenak, tampak berpikir sambil sesekali menarik nafas panjang. Tak lama kemudian dia melepaskan overcoatnya dan menggunakannya untuk menutupi wajah dan bagian atas tubuh Eos.

Was sind Sie tuend?“ Apa yang kau lakukan?

Boreas menanggapi protes teredam dari Eos dengan enteng, “Nichts. Versuchen Sie einfach, zu überprüfen, ob mein Feind nur durch meine Hand stirbt, getötet nicht durch die Sonne.“ Tidak ada. Cuma ingin memastikan musuhku hanya akan terbunuh dengan tanganku sendiri, bukan terbunuh karena sinar matahari.

Saat Eos tak lagi memprotes, Boreas melanjutkan perkataannya, “Angegangen! Lässt irgendeinen Platz zu hidding vom Menschen finden und unseren Kampf nach dem Sonnenuntergang fortsetzen.“ Ayo! Kita harus mencari sebuah tempat untuk menyembunyikan diri dari manusia dan meneruskan pertempuran kita setelah matahari terbenam.

***

6.21 A.M., Texas,

“Boreas Equinox dan Eos Juno. Ini semacam roman yang melegenda, kurasa,” sahut Juichi, pandangannya masih saja tertuju ke layar laptop. Sam duduk di sampingnya dengan kening berkerut-kerut. “Sepasang monster berbeda wujud dengan misi yang sama. Misi untuk saling membunuh.”

“Well… aku masih belum mengerti…” seloroh Dean ragu-ragu. Saat ini dia sedang duduk bersantai di sofa, ongkang-ongkang kaki dan sibuk mengunyah sandwich yang dibuatkan Nenok untuk sarapan mereka pagi ini.

“Penjelasannya lumayan panjang,” kata Juichi yang merasa agak terganggu dengan perkataan Dean barusan. Bagaimana bisa seorang demon hunter tidak tahu apapun tentang Boreas dan Eos? Dean harusnya malu!

“Kukira aku bisa membantu menjelaskan,” sahut Sam tanpa pikir panjang. Hal ini membuat kedua pipi Juichi merah merona. Bukan rahasia lagi kalau Juichi naksir Sam dan sepertinya Sam juga begitu.

“Berawal sejak ratusan tahun yang lalu, Boreas dan Eos adalah sepasang teman baik, begitulah. Mereka punya cita-cita yang sama, ambisi yang sama dan banyak hal untuk berbagi. Sampai akhirnya terjadilah hal yang mengerikan. Sangat mengerikan,” jelas Juichi. Di layar laptopnya tampak gambar-gambar wujud werewolf dan vampire dengan berbagai pose seram. “Tepatnya setelah Boreas bergabung dengan Thasador Army.”

“Itu adalah sebutan untuk laskar warewolf, Dean. Ada kabar yang menyebutkan bahwa Boreas tak sengaja terinfeksi gigitan werewolf yang sedang berusaha diburunya dan werewolf itu ternyata adalah Deino, seorang pimpinan elit Thasador Army, “sambung Sam. “”Jadi entah sadar atau tidak, Boreas akhirnya bergabung ke dalam barisan pasukan manusia serigala. Bahkan dia berhasil menjadi salah satu panglimanya setelah setia mengabdi selama ratusan tahun.”

“Jadi Boreas adalah demon hunter seperti kita pada zaman itu, benar?” ulang Dean sambil mengunyah pelan-pelan sandwichnya. “Dan dia justru berubah menjadi monster, makhluk yang selama ini diburunya. Menyedihkan sekali!”

“Begitulah!” kata Nenok sambil mengambil saputangan untuk mengelap mulut Dean yang belepotan. “Dean, cobalah makan dengan lebih sopan lagi!”

“Thanx, sweetheart,” kata Dean, nyengir saat Nenok membersihkan remah roti dari sudut bibirnya dengan saputangan. Nenok hanya membalas dengan senyum tipis.

“Seorang werewolf pada umumnya tidak sadar atas apa yang sedang dia lakukan di saat sedang bertransformasi, kan? Jadi kupikir mungkin saja Boreas tidak tahu apa yang sedang dia lakukan ketika itu…” ujar Sam.

“Tapi dia berbeda dari werewolf lainnya!” potong Juichi. “Boreas bukan demon hunter tingkat kacangan. Dia hebat, pemberani dan sangat kuat. Kabarnya dia juga punya indera keenam.”

“Ada seorang anggota Boreas Fans Club di sini rupanya,” sindir Sam yang tidak terlalu senang mendengar pujian ini. “Bagaimanapun juga dia itu monster, Juichi.”

“Bagaimanapun juga dia pernah jadi manusia normal seperti kita, Sam. Boreas adalah demon hunter terhebat pada masa itu. Mustahil dia tak bisa mengendalikan dirinya saat sedang bertransformasi. Lagipula kau tadi bilang ‘werewolf pada umumnya’ kan? Kupikir Boreas bukan termasuk kategori umum itu,” bantah Juichi keras kepala.

“Sudahlah kalian!” kata Dean, berusaha menengahi. Beberapa remah roti sampai berhamburan dari mulutnya saking semangatnya. “Jadi itu tadi tentang Boreas Equinox, demon hunter yang telah berubah menjadi werewolf. Nah, sekarang beritahu aku tentang Eos Juno.”

“Well, nasib Eos lebih menyedihkan lagi sih…” jawab Juichi lirih. “Gadis itu adalah salah satu anggota klan Ixion. Dia seorang Nyx.”

Kening Dean semakin berkerut-kerut. Sandwitchnya yang tinggal secuil urung dilahapnya. Jelas dia sama sekali tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan Juichi ini.

“Ixion adalah sebutan untuk klan bangsawan vampire, satu-satunya klan vampire yang masih tersisa pada saat itu. Nyx adalah hasil kawin campur antara manusia dengan vampire, “jelas Sam. “Jumlah vampire semakin menyusut seiring perkembangan zaman. Vampire yang masih tersisa tak punya pilihan lain selain menginfeksi manusia normal untuk melanjutkan keturunan atau membunuh manusia setelah mengambil benihnya. Kalau yang terakhir itu umumnya dilakukan vampire perempuan. Mereka tidak suka menikahi manusia jadi mereka berubah wujud seperti layaknya wanita normal, bergaul dengan pria dari kalangan manusia biasa dan bla bla bla...”

“Aku sangat mengerti apa maksud bla bla bla-mu itu, Sammy,” kata Dean dengan senyuman penuh arti. “Jadi apa mereka cantik-cantik? Siapa tahu aku bisa kabur dari mereka setelah melakukan bla bla bla tadi.”

“Kau mungkin bisa kabur dari vampire betina, Dean. Tapi tidak dariku,” balas Nenok tajam sambil memotong daging ham di atas meja dengan kekuatan berlebihan. “Awas kalau kau sampai berbuat macam-macam dengan monster cantik!”

“Just kidding, honey,” kata Dean, nyengir lebar. “Jadi bagaimana bisa seorang demon hunter berteman baik dengan seorang gadis vampire?”

“Sudah kubilang kan dia itu Nyx, setengah manusia setengah vampire, ” kata Juichi agak sebal, masih sibuk mengetik sesuatu di atas keyboardnya. “Seorang Nyx akan berubah sepenuhnya menjadi vampire setelah melewati masa akhil baligh. Boreas dan Eos adalah teman semasa kecil. Wajar kalau keduanya tidak sadar bahwa Eos adalah turunan vampire, apalagi Eos dibesarkan oleh ibunya yang seorang manusia biasa.”

“Sampai pada suatu saat ayah Eos datang untuk menjemputnya dan membawa serta ibu Eos ke kastilnya di Bremen, Jerman. Pada saat itulah Eos tahu betul siapa dirinya. Di saat itu pula Eos berpisah dengan Boreas. Umur mereka saat itu baru saja dua puluh tahun. Mungkin mereka bisa tetap menjadi teman baik andai saja Eos tidak memilih untuk membaur dengan kalangan vampire lainnya dan Boreas tidak memilih untuk menjadi seorang demon hunter,” terang Sam panjang lebar.

“Persahabatan mereka sudah hancur sejak saat itu,” sambung Nenok sambil melirik Dean yang masih cengar-cengir salah tingkah. “Keadaan semakin memburuk saat Thasador Army menyerbu kastil ayah Eos dan membunuh semua klan Ixion yang tersisa. Hanya Eos yang berhasil lolos dari pembantaian itu dan dia sangat murka, tentu saja. Seluruh keluarganya dihabisi. Itu sungguh mengerikan.”

“Jadi apa saat itu Boreas sudah bergabung ke dalam Thasador Army?” tanya Dean, memperbaiki posisi duduknya dan tampak semakin tertarik dengan cerita ini.

“Kita tahu monster seperti werewolf dan vampire bisa hidup sampai ribuan tahun lamanya. Sedangkan pembantaian klan vampire itu sendiri terjadi seratus tahun setelah Boreas digigit Deino dan pastinya dia sudah bergabung ke dalam Thasador Army. Bahkan saat itu dia sudah menjadi tangan kanan Deino. Sebuah posisi yang sangat terhormat untuk seorang mantan demon hunter yang hebat,” jawab Juichi cepat. Sam meliriknya dengan sorot kurang senang.

“Karena itu juga dia sudah pasti terlibat dalam pembunuhan klan vampire Ixion. Ini berarti dia sudah sepenuhnya tidak manusiawi lagi, kan?” sahut Sam.

Juichi mengibaskan tangan, cuek. Layar monitor terlihat jauh lebih menarik saat ini dibanding harus berdebat dengan Sam tentang kebengisan Boreas.

“Sejak jaman dulu vampire dan warewolf memang saling membunuh. Yang satu tidak bisa bertahan hidup kalau yang lainnya masih eksis. Jadi begitulah. Kini Boreas dan Eos sudah seperti api dan es, sama-sama sulit disatukan. Salah satu akan menghancurkan yang lain jika keduanya nekat digabungkan,” ujar Nenok.

“Masa-masa peperangan werewolf versus vampire sudah selesai sejak ratusan tahun lalu, kan? Bahkan sekarang jumlah kedua monster itu sudah sangat-sangat sedikit. Jadi kenapa tiba-tiba kita membahas hal ini,” kata Dean yang mendadak baru saja tersadar akan hal ini.

Sam menghela nafas panjang, mengalihkan perhatiannya dari Juichi ke Dean dan berkata dengan nada sehalus mungkin, “Karena baru saja ada laporan dari Bobby. Salah seorang demon hunter kenalannya mendapati tanda-tanda kehadiran dua orang (ekor?) monster itu di Indiana. Kita tahu pasti apa yang sedang diinginkan mereka berdua di sana. Ada seorang panglima werewolf yang sedang merekrut anggota baru dan juga seorang gadis vampire kesepian yang ingin mencari benih dari para pria untuk bereproduksi. Kukira itu lebih dari sekedar sangat berbahaya.”

“Itu hanya dugaan!” potong Juichi tegas. “Siapa tahu mereka hanya ingin… err… melanjutkan pertempuran klasik seperti yang sudah-sudah selama ratusan tahun ini. Tidak akan melibatkan manusia, kan?”

“Bisa jadi itu benar,” dukung Nenok. Sam dan Dean melotot bersamaan ke arahnya. “Err… tapi tak ada salahnya kalau kita pergi ke sana untuk menyelidiki,” sambung Nenok agak salah tingkah.

***

6.30 A.M., Indiana,

Gudang itu hanya berisi peralatan lapuk dan dipenuhi onggokan besi tua. Sebuah tempat terbengkelai yang tidak akan dilirik oleh siapapun yang melewatinya. Dengan begitu gudang besi tua itu sangat cocok untuk dijadikan sebuah tempat persembunyian. Tapi siapa sangka kalau yang sedang bersembunyi di sana adalah sepasang monster.

Sementara itu, Eos tampak sedang meringkuk di sudut ruangan yang gelap dan pengap. Tubuhnya gemetar hebat. Mungkin dia masih merasa sangat ketakutan karena baru kali ini bisa berada cukup dekat dengan sinar matahari. Sejak pertama kali sadar siapa dirinya, Eos selalu menghindari bersentuhan langsung dengan sinar matahari. Namun malam ini dia terlalu bersemangat untuk bertarung. Dia harus berhasil menuntaskan dendam kesumatnya secepat mungkin. Sudah ratusan tahun dia mendendam dan dia tidak kuat lagi menanggungnya sendiri.

Detik berikutnya, Eos tersentak kaget saat sepasang tangan menyingkap overcoat yang menutupi wajah dan bagian atas tubuhnya.

“Lassen Sie mich sehen…” Biar kulihat…

Eos sempat tertegun saat Boreas memeriksa wajah dan kedua telapak tangannya dengan ekspresi sangat cemas. Seorang musuh tentu tidak akan merasa cemas jika lawannya terluka, bukan? Apalagi jika lawan itu memang benar-benar harus dia bunuh.

Namun Boreas tidak bertingkah selayaknya seperti seorang musuh kali ini. Dengan telaten dia mencermati setiap inchi kulit wajah Eos sambil berharap tak akan menemukan goresan sedikitpun di sana. Jemarinya yang panjang-panjang menelusuri pipi, leher dan juga kedua belah lengan Eos yang terbuka. Jantung Eos berdegup kencang saat merasakan sentuhan lembut Boreas di beberapa bagian tubuhnya itu.

Saat ini mereka berdua sedang berwujud manusia normal dan jika petang sudah menjelang, barulah mereka kembali berubah wujud menjadi monster. Di saat-saat seperti inilah kekuatan mereka berdua sedang melemah. Khusus untuk Eos, dia sama sekali tidak boleh keluar ketika matahari masih bersinar kalau tidak ingin mati terpanggang hidup-hidup.

“Ich denke, dass Sie gut sind…” Kupikir kau baik-baik saja…

Eos menepis kedua tangan Boreas yang sedang memegangi pundaknya dengan sentakan kasar. Tentu dia baik-baik saja. Vampire punya kemampuan memulihkan diri dalam waktu singkat. Dia hanya sangat shock karena baru saja bersentuhan dengan sinar matahari untuk pertama kalinya dalam lima ratus tahun terakhir ini.

Ja. Ich bin gut! Warum sollten Sie von mir interessieren? Ich schätze, dass Sie froh werden, wenn ich sterbe. Gerade wie, als Sie meine Eltern und meine ganze Familie töteten!” Ya. Aku baik-baik saja! Kenapa kau harus peduli padaku? Kukira kau akan senang jika aku mati. Sama seperti ketika kau bunuh orangtuaku dan seluruh keluargaku!

Boreas menatap Eos dalam diam selama beberapa saat sebelum berkata lirih tapi mantap, “Ich habe Ihnen erklärt, dass zu vielen Malen, ich unschuldig bin. Ich tötete nicht Ihre Eltern und auch Ihre Familie. Aber Sie hören nie von mir.” Aku sudah berkali-kali memberitahumu, aku tidak bersalah. Aku tidak membunuh orangtuamu dan juga keluargamu. Tapi kau tak pernah mendengarkanku.”

Ich glaube nicht an Sie!” Aku tidak percaya padamu!

“Es ist bis zu Ihnen.” Terserah.

Boreas bangkit dari posisi berjongkoknya. Wajahnya terlihat agak gusar. Meski begitu dia memilih untuk mengabaikan ekspresi frustrasi di wajah Eos dan berbalik memunggungi gadis itu.

“Alle, die ich benötige, ist eine Erklärung, Boreas. Warum tun Sie dieses zu mir? Warum Sie tötete mich nicht? Ich weiß, dass sie alle ist, die, Sie tun möchten da houndred Jahre gehen…” Yang aku butuhkan adalah sebuah penjelasan, Boreas. Kenapa kau lakukan ini padaku? Kenapa kau tidak membunuhku saja tadi? Aku tahu itulah yang kau inginkan sejak ratusan tahun lalu…”

Ich nie willend, Sie oder jedes und ich zu töten erklären Ihnen nicht warum.” Aku tak berniat membunuhmu atau siapapun dan aku tak akan memberitahumu kenapa.

Setelah mengatakan itu Boreas melangkah meninggalkan Eos yang masih duduk meringkuk di lantai, menuju ke pintu keluar. Namun sebelum dia pergi, dia masih sempat bertanya dari ambang pintu, “Sind Sie hungrig?” Kau lapar?

“Was?” Apa?

Ich fand eine Ranch nicht bis jetzt von hier. Ich kann Sie tragen ein Literkuhblut, wenn Sie wünschen es. Oder möglicherweise wünschen Sie menschliches Blut?” Aku menemukan sebuah peternakan tidak jauh dari sini. Aku bisa membawakanmu seliter darah sapi kalau kau mau. Atau mungkin kau mau darah manusia?

Eos menatap Boreas dengan sorot tak percaya. Peduli apa dia kalau aku mati kelaparan? Untuk apa dia harus susah payah mencarikan aku makanan? Maka dengan perasaan benci yang masih membara, Eos menggeleng dan kembali membenamkan wajahnya di antara kedua tangannya.

Sedangkan Boreas justru memandangi lekat-lekat gadis itu dari ambang pintu dengan tatapan penuh arti sebelum akhirnya membanting pintu. Dia tetap berniat akan berburu makanan untuk mereka berdua pagi ini.

***

11.10 A.M., Indiana,

“Jadi bagaimana?” desak Nenok ketika Sam dan Juichi datang bergabung ke meja dimana kini dia sedang duduk bersama Dean. Setibanya di Indiana, mereka memang sengaja berpencar dengan harapan akan lebih mudah menemukan jejak kedua monster itu.

Wajah Sam dan Juichi tidak terlihat senang. Well, apakah lagi-lagi mereka bertengkar? Tampaknya Sam tidak ingin membahasnya dan langsung saja menodong informasi yang didapat Dean dan Nenok tadi.

“Kami sudah menghubungi demon hunter kenalan Bobby. Tanda-tanda keberadaan werewolf dan vampire di kota ini memang cukup meyakinkan. Mulai dari jejak kaki dan bulu serigala yang tertinggal di beberapa pemukiman. Kebanyakan korban yang diterkam dan dicabik-cabik adalah hewan peliharaan para penduduk. Anjing, kucing, kelinci dan lain-lain…” jelas Nenok.

Tanpa risih, Dean melahap chesse burger di hadapannya dan berbicara dengan mulut penuh makanan, “Karena itu kami bisa menyimpulkan kalau Boreas belum merekrut anggota baru. Dia memakan hewan peliharaan dan bukan manusia. Ya, walau suatu saat nanti pasti dia akan mengigit manusia. Sejauh ini polisi setempat hanya mengira pembunuhan hewan peliharaan ini dilakukan oleh serigala liar. Tapi masa ada serigala liar di pemukiman padat penduduk seperti ini? Di sini tidak ada hutan, kan?”

“Lalu bagaimana dengan keberadaan Eos?” tanya Juichi.

“Juga masih belum ada korban manusia. Ini juga sangat aneh menurutku. Hanya saja terjadi keanehan baru-baru ini di tempat penjagalan sapi. Banyak sapi mati kehabisan darah dalam tiga hari terakhir ini dan terjadi secara beruntun. Para pemilik tempat penjagalan juga yakin kalau ini semua pasti bukan ulah orang kurang kerjaan. Hanya saja mereka lebih memilih untuk memperketat keamanan walau tetap saja kecolongan,” tutur Nenok sambil membolak-balik catatannya.

“Jadi Eos juga belum bereproduksi,” kata Sam, menarik kesimpulkan. “Kalau itu yang terjadi maka sudah pasti akan ada laporan orang hilang, orang mati dengan luka hisapan di lehernya dan juga serangan kepada beberapa orang pria.”

“Kalau kesimpulanku lain lagi,” sahut Juichi, berusaha menantang. “Kupikir Boreas dan Eos tidak jahat. Well, mungkin ini terdengar aneh, Tapi jelas mereka tidak mengganggu manusia, bukan?”

“Mereka jelas sangat meresahkan,” kata Dean tegas sebelum meraih cangkir kopinya. “Lagipula kita tidak tahu pasti apa yang mereka inginkan di sini. Untuk apa sepasang monster datang jauh-jauh dari Jerman ke Amerika? Kupikir mereka ingin menginvasi atau menambah anggota baru di sini.”

“Pemikiranmu tentang invasi monster itu sangat klasik, Dean!” tukas Juichi. Dean sampai tersedak kopinya mendengar ini.

“Lalu apa menurutmu? Kenapa sejak pagi ini kau terus saja bersikeras kalau mereka berdua ini tidak membahayakan manusia?” tuntut Nenok sambil menepuk-nepuk bagian belakang leher Dean.

“Well,” Juichi mengedikkan bahunya sambil melanjutkan perkataannya, “Aku senang belajar sejarah dan aku lumayan tertarik dengan kasus mereka ini. Ada korelasi di setiap pertemuan mereka. Dalam setiap laporan mengenai keberadaan kedua monster ini, tidak disertai laporan pembunuhan ganjil ataupun orang hilang. Selain itu, Kupikir mereka saling memburu. Jika salah satu berada di sebuah tempat, maka tak lama yang lain akan datang. Ini hanya kesimpulan kasar sih…”

Sempat hening sejenak. Nenok masih sibuk membantu Dean yang sedang batuk-batuk kecil. Sedangkan Sam malah asyik memeriksa catatannya dan menambahkan beberapa goresan. Juichi merasa keterangannya tadi agak diabaikan, namun rupanya Nenok mendukungnya.

“Aku tak tahu benar atau tidak… “ ucap Nenok memulai, “Hanya saja insting wanitaku bicara. Kurasa ada cinta di antara kedua monster ini… Ini hanya insting,” sambungnya cepat-cepat. “Terdengar aneh bagiku kalau ada sepasang monster yang saling mencari keberadaan satu sama lain selama ratusan tahun tanpa alasan jelas.”

“Eos ingin balas dendam. Kurasa itu lebih masuk akal,” timpal Juichi kalem. “Meski begitu aku juga yakin kalau dendam ataupun cinta bisa bertahan sampai ratusan tahun lamanya.”

Dean terbatuk pelan dan semua orang mendadak menatapnya.

“Guys, kita membicarakan tentang dua ekor monster. Come on!” sergah Dean. “Ide tentang monster yang saling mencintai sangat aneh di telingaku.”

“Di telingaku juga,” timpal Sam pendek.

“Apa salahnya? Baik Boreas dan Eos sama-sama pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi manusia seperti kita. Mereka pasti juga masih punya perasaan…”

“Maaf, aku menyelamu, Juichi. Tapi aku harus memberi tahu kesimpulan penting yang baru saja aku dapatkan,” potong Sam. Wajahnya terlihat sangat bersemangat. “Ini bukan kabar baik untuk kita sebetulnya.”

“Katakan saja, Sam!” pinta Dean.

“Kami, aku dan Juichi, seharian ini menelusuri tempat-tempat dimana telah terjadi serangan terhadap hewan peliharaan penduduk. Ada juga ranch dan tempat penjagalan sapi di dekat situ. Dan setelah aku tarik garis di sekitar tempat-tempat tadi…” Sam memperhatikan peta yang sudah dicoret-coretinya. “…semua garis itu bisa terhubung ke sini. Di sini ada sebuah gudang tua. Kami sempat melewatinya tadi dan tidak berpikir macam-macam. Tapi setelah aku pikir lagi, bisa jadi mereka sedang bersembunyi di sini. Tempat ini sangat cocok.Tak salah lagi.”

“Bukankah itu kabar bagus?” kata Dean sambil menepuk bahu Sam. “Kita bisa menemukan mereka dalam waktu cukup singkat. Kau hebat, bro!”

“Tidak. Ada lagi, Dean,” sambung Sam muram. “Pagi ini, di sini, di ranch ini, telah terjadi penyerangan beberapa jam yang lalu. Kau pasti tahu apa ini artinya?”

Bukan Dean yang menjawab, melainkan Nenok.

“Sudah pasti bukan Eos. Vampire tidak mungkin menyerang di bawah sinar matahari. Kalau boleh kutebak, ini pasti ulah Boreas. Tapi bukannya werewolf baru bisa bertransformasi pada malam bulan purnama?”

“Tepat! Ini artinya Boreas bukan werewolf sembarangan. Dia bisa bertransformasi semaunya sewaktu-waktu dan di bawah kesadaran penuh untuk menyerang siapa saja yang disasarnya. Dia akan sangat membahayakan,” tegas Sam.

“Sudah kubilang dia hebat,” timpal Juichi, tak peduli Sam meliriknya tajam.

***

“Oh, ya ampun!” pekik Juichi. “Tempat ini berantakan sekali. Juga kumuh, gelap, banyak tikus, berdebu…”

“Cukup mengeluhnya!” potong Dean tajam. “Justru di sini sangat memungkinkan untuk dipakai sebagai tempat persembunyian monster.”

Saat ini mereka memang sudah berada di dalam gudang besi tua yang diduga Sam sebagai tempat persembunyian Boreas dan Eos. Apa yang dikatakan Juichi memang benar adanya. Seluruh jendela gudang itu tertutup rapat sampai-sampai tak ada sinar matahari yang mampu menerobos masuk. Karena itu pula udara di dalam sana terasa begitu lembab dan menyesakkan. Banyak sekali jaring laba-laba yang menyelimuti onggokan mesin-mesin rusak dan juga debu setebal setengah inchi yang melapisi lantai. Jelas tempat ini bukan tempat yang nyaman untuk ditinggali manusia normal.

“Apa kita harus berpencar?” tanya Nenok sambil mengarahkan senternya ke segala arah. Sejauh ini dia belum menemukan tanda-tanda keberadaan makhluk lain selain mereka berempat di sana.

“Aku tidak terlalu yakin. Memang akan lebih cepat jika kita berpencar. Tapi akan sangat berbahaya sekali kalau salah satu grup memergoki kedua monster itu sekaligus,” jawab Dean sambil mengamati langit-langit. Tak lama kemudian ekspresinya membeku, terkejut sekali. “Oh, kurasa kita tidak perlu berpencar lagi. Itu dia!”

Sam, Nenok dan Juichi segera mengarahkan pandangan mereka ke arah yang dituding Dean. Jauh di atas sana, di salah satu sudut langit-langit, tampak seorang gadis sedang merayap dalam posisi jungkir balik. Rambut panjang hitamnya yang terurai jatuh menutupi sebagian wajahnya dan kedua bola matanya yang cekung menatap tajam ke arah mereka berempat.

“Eos Juno…” desis Juichi terpesona. “Wow… jadi ini wujud manusianya? Dia cantik sekali!”

“Ya. Tapi tetap saja dia vampire. Bisa saja aku bla bla bla dengannya, kalau saja tidak ada Ne… Sudahlah! Sam, berikan panah Titaniumnya!” sergah Dean.

Mendadak Nenok menepis busur dan anak panah Titanium yang disodorkan Sam pada Dean.

“Kau tidak ingin membunuhnya secepat ini, bukan?” tanya Nenok sembari mencermati ekspresi gelisah di wajah Eos. “Dia bahkan tidak berusaha menyerang kita. Lihat saja! Di siang hari dia itu tidak berdaya.”

“Ya. Tapi apa kau mau menunggu sampai dia menyerang kita? Justru di saat sekarang inilah waktu yang tepat untuk menghabisinya. Kau ini kenapa sih? Bukankah kau ini demon hunter? Sudah pasti kau tahu kalau seperti ini pekerjaan kita sehari-hari,” tegas Dean sambil merebut panah beserta anak panahnya dari tangan Sam.

Namun ketika Dean sedang mencoba membidik Eos, tiba-tiba saja sasaran tembaknya itu berbicara.

“Kalian ingin membunuhku? Bagus sekali. Dengan begini balas dendamku tidak akan pernah tercapai. Dasar manusia licik! Aku tak pernah punya salah kepada kaum kalian. Tapi kenapa kalian bernafsu sekali ingin menghabisiku di saat kondisiku sedang lemah? Kupikir para manusia lebih baik dari kaum werewolf, tapi ternyata dugaanku salah besar. Kalian jauh lebih kotor dan menjijikkan!!”

“Kami kotor dan menjijikkan? Terserah kau sajalah. Kami hanya berusaha membela diri. Makhluk seperti kalian tidak bisa dipercaya dan memberi kesempatan hidup kepada kalian sama saja dengan mengurangi kesempatan hidup manusia!” balas Dean sinis. Eos melotot tajam ke arah Dean. Wajahnya terlihat begitu marah.

Tanpa banyak omong lagi, Dean segera menembakkan anak panahnya. Tapi di luar dugaan, Eos bergerak dengan lincah, berkelit dan melompat dari satu bagian dinding ke bagian dinding lainnya dalam hitungan detik saja. Gerakan-gerakan kilat ini membuat keempat orang manusia di bawahnya terpana takjub.

“Dia seperti Spiderman saja…” gumam Dean, menyiapkan anak panahnya lagi dan bersiap membidik. Namun belum sempat dia mengangkat busur, Eos sudah melompat dari dinding tempatnya berpijak dan menerjang Dean. Seketika mereka berdua bergulingan di lantai, saling tinju dan cekik. Sedangkan busur Dean terlempar jauh, menyusur lantai yang berdebu dan berhenti di bawah kolong sebuah lemari besi.

“Oh, ya ampun!” teriak Nenok dan Juichi bersamaan. Sementara Eos yang menduduki perut Dean kini sedang membentur-benturkan kepala Dean ke lantai dan memberinya beberapa bogem mentah. Wajah Dean pun sudah dihiasi bilur-bilur kebiruan. Meski dia laki-laki, namun kekuatan vampire yang dimiliki Eos rupanya jauh lebih kuat.

“Kau bilang vampire sedang lemah di siang hari?” tuntut Nenok pada Juichi. Dia tidak ingin diam saja. Dia harus membantu Dean sebelum pria yang dicintainya itu gegar otak.

“Well, kurasa segitu juga sudah bisa dibilang sedang lemah…” kata Juichi ragu-ragu.

Sementara itu Sam sedang menggapai-gapai kolong lemari besi untuk meraih busur yang tadi jatuh terlempar. Dia mengalami sedikit kesulitan dan hanya bisa merasakan keberadaan busur itu dengan ujung jarinya.

Nenok pun tak mau menunggu sampai Sam berhasil mendapatkan busur itu kembali. Karenanya Nenok mencoba merapal mantra pengusir demon. Siapa tahu itu juga berhasil kepada vampire.

“Dios nos ayuda por favor enviados este…” Nenok terhenti sejenak. Dia lupa lanjutannya apa! Bukan salahnya dong kalau dia lupa. Mantra dalam bahasa asing ini memang sulit dihafalkan, apalagi dalam keadaan panik bukan main.

Anehnya, Eos berhenti menyerang Dean dan alih-alih merasa kesakitan, dia justru menatap Nenok dengan sorot menusuk sedingin es. Mantra itu terlihat tidak mempan kepadanya, tapi dari ekspresi yang tampak, jelas Eos merasa sangat terganggu. Jantung Nenok berdebar kencang saat Eos bangkit dan menghampirinya, meninggalkan Dean yang terkapar lemas.

Cepat-cepat Nenok meraih Colt yang tersembunyi di balik jaketnya dan mengacungkannya ke wajah Eos. Vampire itu semakin mendekat dan kini sudah berhadap-hadapan langsung dengan Nenok. Eos sedikit lebih tinggi dibanding Nenok. Dari dekat wajah pucatnya terlihat sayu dan menyedihkan. Namun sepasang mata cekung kelabunya masih mampu memberi efek seram.

“Mainan apa ini?” kata Eos sambil menyeringai dan meremas ujung Colt Nenok. Serta merta bagian yang diremasnya meleleh, meninggalkan bau menyengat di hidung. “Bagaimana dengan pertarungan tangan kosong?”

Mendadak Nenok merasakan sakit bukan main di perutnya ketika Eos menghantamkan lututnya ke bagian itu. Bahkan vampire itu sempat menendang tulang keringnya beberapa kali hingga Nenok jatuh berlutut. Ketika Nenok memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, Eos justru menempeleng wajahnya dua kali.

“You’re f*ck*n b*tch!” umpat Nenok. Dengan cepat dia merogoh saku jaketnya dan menusukkan belatinya paha kanan Eos, bagian yang paling mudah dicapainya saat ini.

Terdengar jerit kesakitan Eos. Wajahnya yang pucat meringis dan matanya yang kelabu menampakkan sorot tak percaya saat berusaha mencabut belati yang menancap begitu dalam di pahanya. Cairan hitam pekat melumuri mulai dari pangkal paha sampai dengan lututnya. Sepertinya dia terluka cukup parah.

“Nenok! Awaas!!” teriak Sam. Busur dan anak panah Titanium sudah siap di tangannya.

Cepat-cepat Nenok berguling, menjauhi Eos yang jadi target bidikan Sam. Gadis vampire itu hanya berdiri terpaku, menatap anak panah Titanium yang sedang meluncur ke arahnya, semakin mendekat. Pasti dia mengira ajalnya sudah begitu dekat.

Sementara itu Juichi mendengar suara geraman keras di belakang punggungnya. Dia sudah tahu suara siapa itu. Namun sebelum dia sempat berbalik, sesuatu yang besar dan berbulu kelabu menabraknya dari belakang dan membuatnya jatuh tersungkur. Sesosok makhluk berlari gesit sekali ke tengah ruangan, ke arah Eos yang sedang terpana menatap anak panah yang meluncur menyasarnya.

Suara raungan keras tiba-tiba saja terdengar memenuhi seluruh ruangan dan menggetarkan semua sisi dinding. Anak panah itu memang mengenai sasaran, namun bukan sasaran yang dituju. Alih-alih mengenai Eos, anak panah itu justru menancap di lengan berbulu sesosok makhluk besar setinggi dua meter. Dengan berani, makhluk itu berdiri tepat di depan Eos, menghadang laju anak panah Titanium tadi. Ekspresi wajahnya terlihat amat sangat murka mendapati ada sekelompok manusia yang ingin membunuh gadis vampire yang sedang dilindunginya ini.

Wow, bahkan Dean dan Sam yang pernah menghadapi werewolf sampai melongo takjub. Boreas adalah warewolf paling menakjubkan sekaligus mengerikan yang pernah mereka lihat selama ini. Bukan hanya tinggi dan ukuran tubuhnya saja yang luar biasa, dia juga punya taring berukuran lebih besar daripada werewolf yang pernah ditemui Wincheter bersaudara. Kedua lengannya yang dipenuhi bulu lebat kekar berotot dan kedua matanya yang berwarna semerah darah nyalang melotot ke arah mereka semua.

“Jangan bunuh dia! Bunuh saja aku! Ya. Bunuh saja aku!” pinta suara berat dan serak yang keluar dari moncong bergigi tajam werewolf itu. “Jika ada seseorang yang menginginkan kematian, kukira itu adalah aku.”

Sempat sedikit tercekat, Dean mengangkat Coltnya yang kini diisi peluru perak dan mengarahkannya ke kepala Boreas. “Well, kalau itu yang kau inginkan, boleh-boleh saja.”

Sontak terdengar suara letusan keras. Namun letusan ini bukan berasal dari Colt milik Dean, melainkan dari Metraliur milik Eos. Eos menembak dengan sangat tepat dan membuat Colt milik Dean terpental sangat jauh.

“Berani-beraninya kau berniat melukai Boreas, manusia kejam! Kau tak akan kubiarkan!” bentak Eos sangat marah.

“Apa-apaan ini?” tanya Sam bingung. “Bukankah kalian ingin saling bunuh?”

“Sepertinya akan ada banyak penjelasan dari mereka,” kata Juichi sambil memandangi sosok Boreas yang sudah berubah ke wujud manusianya dan kini sedang berpelukan mesra dengan Eos. “Jadi kupikir tebakanku tepat, kan, Sam?”

***

“Susah dipercaya,” kata Sam setengah mengeluh. Mereka berempat kini sudah duduk nyaman di Impala Dean dan sedang dalam perjalanan kembali ke Texas. “Boreas tidak pernah berhenti mencintai Eos setelah tahu kalau gadis itu adalah turunan vampire. Dia menjadi seorang demon hunter dengan tujuan membunuh Deino yang sejak lama sudah ingin menghabisi seluruh klan Ixion. Dia hanya ingin mencegah Deino membunuh Eos juga.”

“Dan setelah dia digigit Deino, dia pun tak punya pilihan selain bergabung ke dalam barisan pasukan werewolf sambil mencari-cari waktu yang tepat untuk melakukan pemberontakan. Pemberontakan memang sudah berhasil dilakukan, namun sayang sekali klan Ixion sudah dibantai dan kebencian Eos sudah semakin tebal.

“Sementara jumlah werewolf juga semakin menyusut, namun belum banyak werewolf yang mensetujui pemikiran Boreas sebagai pemimpin baru mereka untuk berdamai dengan kaum vampire. Walau harus menanggung resiko harus dibenci Eos, selama ratusan tahun Boreas berkamuflase dengan berpura-pura ingin membunuh gadis itu dengan tangannya sendiri. Padahal dia sebenarnya hanya ingin melindungi Eos agar tidak dibunuh oleh werewolf lainnya,” timpal Nenok sambil menghela nafas.

Ya. Begitulah cinta yang abadi dan sangat misterius. Dia begitu dekat, namun terasa sangat jauh. Perbedaan sangat tipis di antara cinta dan benci.

Selama ratusan tahun Boreas dan Eos saling mencari, saling memburu dan saling memendam perasaan mereka sendiri. Boreas sadar bahwa untuk memaksa Eos agar terus memburunya adalah dengan terus bersandiwara kalau dia sedang mengemban tugas untuk menghabisi penerus klan Ixion satu-satunya itu. Dengan demikian maka Boreas dapat terus mengetahui dimana keberadaan gadis itu karena Eos selalu mengekorinya.

Eos sendiri tidak terlalu yakin kalau Boreas terlibat dalam pembantaian keluarganya. Namun dendam telah membutakan matanya. Sedikit demi sedikit hatinya mulai terbuka melihat betapa pun Boreas mencoba dingin dan berpura-pura kejam, tapi tetap saja pria itu terus menaruh perhatian padanya. Dia menyayangkan kenapa Boreas tidak berterus terang sejak awal saja kepadanya. Apalagi salah satu alasan mengapa Boreas sengaja membiarkan Deino mengigitnya adalah karena dia ingin juga berumur panjang, sama halnya dengan kaum vampire, sama halnya dengan Eos, walau ini berarti mereka berdua akan berbeda kubu. Seandainya Boreas jujur, Eos akan dengan senang hati menginfeksi pria itu agar menjadi vampire juga, meski itu berarti tak akan ada yang bisa membunuh Deino.

“Jadi mereka akan segera menikah dan hidup dalam pelarian?” tanya Dean yang sedang menyetir, nyengir lebar. “Well, aku tak bisa membayangkan bagaimana rupa anak mereka nanti. Manusia serigala dengan sayap vampire. Pasti aneh sekali.”

“Anak kita pasti tidak akan seaneh itu,” kata Nenok sambil tersenyum misterius. “Jadi kapan kita menikah?”

Mendadak laju mobil itu agak oleng. Dean memegang kemudinya dengan jari-jari gemetar, terlihat gugup sekali.

“Err… a… aku…” katanya terbata-bata.

Sementara itu di jok belakang, Juichi sedang duduk berdua dengan Sam. Keduanya masih ragu untuk saling bertegur sapa. Sam merasa bersalah sudah menyepelekan pemikiran Juichi tentang kemungkinan bahwa ada juga monster yang tidak jahat. Juichi sendiri merasa agak penasaran kenapa Sam tidak begitu senang saat dia memuji kehebatan Boreas.

“Kupikir ini waktuku untuk mengaku,” ujar Sam membuka pembicaraan. Juichi menatapnya dengan sorot ingin tahu. “Ternyata kau memang gadis yang sangat cerdas. Seharusnya aku sudah tahu ini sejak awal. Hanya saja kukira aku terlalu sombong untuk mengakuinya…”

Juichi hanya tersenyum simpul dan meraih tangan Sam untuk kemudian menggenggamnya erat.

“Tentang Boreas, kurasa aku hanya cemburu. Err…aneh rasanya mendengar kau memuji pria lain setinggi langit begitu. Sedangkan kau sendiri jarang memujiku,” sambung Sam, agak tersipu dan mengalihkan pandangannya dari Juichi ke pemandangan di balik jendela mobil.

“Mau sehebat apapun orang lain, bahkan jika sejarahnya sampai tercatat dengan tinta emas sekalipun, kau tetap yang terhebat bagiku, Sam,” kata Juichi mantap, mengecup salah satu pipi Sam.

Dengan diiringi lagu kesukaan dari penulis fic ini , Moving On by Rascall Flatts, Impala hitam itu pun melaju menyusuri jalanan berdebu.

I've dealt with my ghosts and I've faced all my demons
Finally content with a past I regret
I've found you find strength in your moments of weakness
For once I'm at peace with myself
I've been burdened with blame, trapped in the past for too long
I'm movin' on


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar