Author: Indah
Genre: Angst
Rating: T
Cast: Dean dan Sam Winchester, Bobby dan Lilith.
Timeline: Season 3
12 Februari 2008
10.12 AM
Texas
Dari kejauhan terlihat Impala yang sedang meluncur dengan kecepatan yang sedang. Di dalam Impala itu ada dua orang, yang satunya lebih tua, Dean Winchester namanya. Adiknya bernama Sam Winchester, tetapi Dean memanggilnya dengan nama Sammy karena itu nama kesayangan untuk Dean buat Sam. Sebaliknya, Sam tidak suka Dean memanggilnya Sammy.
Seperti biasa mereka sedang berdebat di dalam mobil Impala.
"Kenapa, sih, Sammy, kamu beli ini?" bentak Dean. "Kamu, kan sudah tahu aku itu sukanya burger, tapi kenapa kamu beli ayam?" tambah Dean.
"Ya sorry, Dean . . Tadi itu aku lupa dan aku salah masuk tempat makan, jadi aku buru-buru itu," jelas Sam dengan tenang.
Dean pun hanya bisa memaki-maki Sam.
"Sam ..."
"Ya, Dean..."
"Aku takut. Aku takut ini adalah terakhir kalinya kita bertengkar," kata Dean.
"Dean, kenapa kamu bicara seperti itu?"
"Well, aku hanya rindu masa-masa ini, Sam. Waktuku hanya tinggal dua hari lagi, dua hari lagi dia akan membawaku," jelas Dean.
"Dean, cukup. Aku yakin kamu pasti bisa. Aku akan menolongmu sekuat tenagaku, Dean," jelas Sam.
Mereka pun akhirnya diam dan terus melanjutkan perjalanan mereka ke rumah Bobby. Tanpa berbicara sepatah kata pun. Di tengah perjalanan Sam sesekali melihat ke arah Dean. Perasaan Sam tidak enak dengan Dean. Dean terlihat sedikit pucat.
"Dean, kau baik-baik saja ?" tanya Sam.
"Yeah, kenapa?"
"Kamu sedikit pucat Dean. Benar kamu baik-baik saja?" Sam cemas.
Dean mengangguk. Sam pun percaya, tapi tidak sepenuhnya. Impala pun berjalan terus dengan kecepatan sedang. Beberapa menit kemudian Dean menghentikan mobilnya untuk mengisi bensin. Saat Dean membuka pintu mobil dan keluar dari mobil, tiba-tiba saja...
BBRRUUKK...
"Dean!" jerit Sam.
Dean terjatuh dan keningnya terbentur oleh pintu mobil Impalanya. Keningnya pun berdarah.
"Dean ... Bangun... Bangun... Dean..." disentuhnya kening Dean yang berdarah.
Apa? Kening Dean sangat panas. Dengan segera Sam menggotong Dean masuk ke dalam mobil. Sekarang Dean benar-benar pucat.
Sam pun segera menyetir dan cepat-cepat menuju ke rumah Bobby. Sam sangat khawatir dengan Dean. Apa ini ada kaitannya dengan Demon ?
11.45
Di rumah Bobby
Tok... Tok... Tok... Tok...
Kreeekk...
"Sam... Dean... Apa? Apa yang terjadi pada Dean?" tanya Bobby terkejut
.
"Bobby, bantu aku menggotong Dean masuk, ceritanya panjang."
Bobby pun membantu Sam, dibaringkannya Dean pada tempat tidur. Sam pun menceritakan apa yang terjadi. Bobby pun memegang kening Dean. Sangat panas. Bobby langsung mengompres Dean.
******
“Dean, bagaimana perasaanmu?” tanya Bobby.
“Entahlah, Bobby. Aku hanya merasa...“ belum selesai Dean menjawab, Dean melonjak duduk dan batuk darah. Dean pun merintih. Dean meronta, sangat kesakitan di bagian perut dan dada.
“Dean !“ jerit Sam dan Bobby.
Sam dan Bobby membantu Dean untuk berbaring kembali.
“Dean ... Bertahanlah Dean,” isak tangis Sam. Dean masih merintih. Batuknya pun belum berhenti.
“Bobby, apa yang harus kita lakukan?”tanya Sam.
Bobby hanya terdiam dan pergi ke belakang.
“Sam . . . .” rintih Dean.
“Dean . . bertahanlah, kamu pasti sembuh.”
“Sam... dengar, aku ingin melihatmu bahagia tanpaku jika aku mati...” perkataan Dean terpotong karena Dean merasakan sakit lagi.
“Dean...”
“Kamu harus merelakanku, Sam...” sambung Dean.
Batuk Dean mulai berhenti. Dean sangat lemas sekali. Bobby muncul membawakan obat buatannya sendiri dan diminumkan ke Dean. Sam sudah sedikit lega. Dean akhirnya tertidur.
******
13 Februari 2008
9.00 PM
Di rumah Bobby.
“Bobby, aku takut... Aku takut kalau Dean...” Sam tidak kuasa menahan isak tangisnya.
“Sam, sudahlah. Dean pasti selamat dari Lilith. Percayalah,” kata Bobby sambil meyakinkan Sam.
Sam memutuskan untuk menengok ke kamar Dean. Sam duduk di dekat Dean. Tiba-tiba saja...
Tangan Dean bergerak...
Beberapa detik kemudian perlahan-lahan mata Dean terbuka.
“Dean, kamu sudah sadar? Ah, syukurlah. Aku sangat khawatir sekali denganmu! Bagaimana perasaanmu, Dean ?” pertanyaan dilontarkan oleh Sam pada Dean.
“Sammy... apa yang terjadi padaku?” tanya Dean kembali dengan suara yang sangat pelan.
“Dean, kamu sudah sadar?”tanya Bobby terkejut.
“Sam, tolong ambilkan segelas air hangat untuk Dean!” perintah Bobby.
“Oke, Bobby.” Sam langsung pergi.
Bobby langsung menghampiri Dean yang masih berbaring tak berdaya.
“Bobby, apa yang terjadi padaku?” tanya Dean lagi.
“Kau sakit, Dean. Sudah sehari kamu tidak sadarkan diri. Kamu merintih kesakitan. Apa yang kamu rasakan saat ini, Dean?”
“Perutku masih sakit, Bobby dan sedikit pusing. Ahhrrgghhtt...“ Dean tidak meneruskan bicaranya. Dean memegang perutnya kembali dan sedikit merintih.
“Dean!“ teriak Sam.
“Sam, cepat! Berikan padaku!”
Sam langsung memberikan segelas air minum kepada Bobby dan Bobby memberikan untuk Dean.
“Ayolah, Dean. Minumlah!”Bobby membantu Dean duduk dan menyodorkan air putih itu pada Dean. Dean pun meminumnya. Bobby pun membantu Dean untuk berbaring kembali.
“Bagaimana rasanya, Dean?” tanya Sam.
“Lebih baik,” jawab Dean singkat karena keadaannya belum benar-benar pulih.
“Oke, Dean. Syukurlah kalau begitu. Sekarang istirahatlah,” saran Bobby.
******
Keesokan harinya
14 Februari 2008
Di rumah Bobby
“Bobby, tapi kita tidak bisa meninggalkan Dean sendirian. Dia belum benar-benar pulih,” jelas Sam pada Bobby.
“Tapi ini berbahaya, Sam. Kamu tidak bisa pergi sendirian,” kata Bobby.
“Tapi aku akan baik-baik saja, Bobby. Kamu jaga Dean saja. Biar aku pergi sendiri. Jangan cemas,” jelas Sam meyakinkan Bobby.
“Tidak, Sammy. Kamu tidak akan pergi sendiri. Aku akan ikut!” suara itu terdengar di belakang Sam dan Bobby. Itu suara Dean,
“Dean, kamu... Bagaimana kamu bisa... Dean, kamu jangan berjalan dulu, kamu belum pulih. Dean, ayolah aku bantu kamu kembali ke kamar!” ajak Bobby.
“Tidak, Bobby. Aku kuat. Aku akan ikut dengan kalian,” jelas Dean dengan lirih.
Memang benar kata Bobby, Dean seharusnya tidak ikut karena Dean terlihat sangat pucat dan lemas.
Dean berjalan dengan hati-hati sambil memegang perutnya.
“Tapi, Dean, kamu...”
“Sammy, tolong...” rintih Dean.
Akhirnya Dean ikut Sam dan Bobby. Dean merasa kembali menjadi pemburu setelah sehari yang lalu dia sakit.
Impala melaju dengan kecepatan yang sedang. Bobby yang menyetir, Dean duduk dis amping Bobby dan Sam duduk di bagian penumpang.
Dean masih terlihat pucat.
“Dean, kau baik-baik saja kan ?” tanya Sam khawatir.
“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Dean singkat.
“Dua orang meninggal pada tanggal 14 Februari, satu perempuan dan satu laki-laki. Kurasa ini sangat janggal karena selalu ada dua korban yang meninggal pada tanggal 14 Februari,” jelas Bobby.
“Jadi kita sedang menyelidiki kasus ini?” tanya Dean.
“Ya, tapi yang membuat lebih janggal lagi, sepertinya ini ada kaitannya dengan perjanjian. Perjanjian seperti Lilith Demon.” Tambah Sam.
******
14 Februari 2008
8.00 PM
Di carnaval (pasar malam in Texas)
“Kita sudah sampai,” kata Bobby.
Mereka keluar dari mobil. Sam cepat-cepat keluar dan membantu Dean untuk keluar dari mobil dan berdiri.
“Dean, aku memegangmu,” kata Sam.
“Sam, aku baik-baik saja. Aku bisa berdiri sendiri!” kata Dean. Dean berjalan dengan dibantu oleh Sam.
Suasana di sini sangatlah ramai, banyak pengunjung, penjual dan pertunjukan kembang api.
“Bobby, apakah Dean tidak apa-apa di sini? Di sini sangatlah ramai. Aku takut Dean...”
Belum sempat Sam menyelesaikan berbisik dengan Bobby, Dean menjawab, ”Aku baik-baik saja, Sam.”
“Tapi, Dean seharusnya kamu istirahat di rumah, kamu tidak seharusnya di sini. Aku takut kondisimu semakin parah,”jelas Sam.
“Sam, aku tidak apa-apa. Tenanglah,ini juga akan menjadi hiburan untukku, aku lelah terus berbaring!” bentak Dean pada Sam.
“Cukup, anak-anak. Sam, yang terpenting kita harus menjaga dan melindungi Dean. Aku akan berusaha untuk itu,” jelas Bobby.
BBRRUUKK...
Seorang perempuan telah menabrak Dean sehingga Dean terjatuh.
“Maaf... aku sungguh minta maaf. Aku tidak sengaja. Aku sangat takut, aku sedang dikejar oleh makhluk mengerikan!” jelas wanita itu sambil membantu Dean.
“Trim's.”
“Kau tidak apa-apa?” tanya wanita itu pada Dean.
“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Dean.
“Oh Tuhan, kau sangat cantik, sempurna,” kata Dean.
“Maaf?”
“Tidak apa-apa.”
“Oke, siapa yang mengejarmu?” tanya Bobby.
“Makhluk yang ...“ suara wanita itu serak-serak karena dia harus berbicara dengan suara yang keras karena suara kembang api yang sangat keras.
“Oke, kita cari tempat yang sepi saja,” ajak Bobby. Mereka beranjak pergi untuk mencari tempat yang sepi.
******
“Baik, ceritakan apa yang terjadi,” tanya Dean.
“Aku tidak tahu, saat aku bersama pacarku di depan pertunjukkan kembang api ada seorang wanita yang menghampiri kami. Dia mengajak kami untuk mengobrol dan dia mengajak kami ke tempat yang sangat aneh. Dis ana hanya ada kami bertiga dan tidak aku sangka tiba-tiba saja dia berubah menjadi monster yang sangat jahat dan ganas. Kami pun lari. Aku dan pacarku terpisah. Entah di mana dia sekarang. Kemudian aku bertemu dengan kalian saat ini,” jelasnya dengan isak tangis.
“Oke. Sekarang apakah kamu masih ingat di mana tempat kamu dan pacarmu dibawa oleh wanita itu?” tanya Dean.
“Yeah, mungkin. Kenapa? Kau ingin ajak aku ke sana lagi? Tidak, aku tidak ingin ke sana lagi. Aku takut dia akan membunuhku!”
“Tidak akan. Kami pasti akan melindungimu. Tenang saja.Yang penting kamu bawa kami ke tempat itu,” Sam meyakinkan.
“Baiklah.”
“Omong-omong, siapa namamu?” tanya Dean.
“Aku Max.”
“Aku Dean, ini Bobby dan ini Sam,” Dean memperkenalkan dirinya.
Akhirnya Max memberi tahu tempat itu.
******
25 menit kemudian.
“Arrgghh ...” rintih Dean sambil memegang perutnya. Dean merintih dan terjatuh.
“Hei... Hei... Dean... kamu baik-baik saja? Sepertinya Dean kambuh lagi sakitnya, Bobby.
Bagaimana ini?” tanya Sam dengan cemas sambil memegang Dean yang terduduk lemas.
“Apa? Jadi dia sakit? Maaf, aku tidak tahu, seharusnya aku tidak mengajaknya sejauh ini,” kata Max.
“Yeah, tidak apa-apa. Aku baik-baik saja,” kata Dean memaksa.
"Arrgghh..." Dean kembali merintih.
“Dean ... Oke, Max, apakah tempat itu masih jauh?” tanya Sam.
“Mungkin tinggal 200 meter lagi.”
“Baiklah, sebaiknya kita istirahat dulu. Aku takut nanti Dean kenapa-napa. Bagaimana Max, Sam?” tanya Bobby.
“Baiklah.”
“Tidak, Bobby. Aku baik-baik saja. Kita teruskan saja,” paksa Dean.
“Tidak, Dean. Kita istirahat sebentar saja. Kamu masih sakit, Dean. Sebentar saja, kumohon, jangan menyela,” paksa Sam.
Akhirnya Dean menurut, mereka beristirahat di bawah pohon. Wajah Dean semakin pucat dan Dean masih meremas-remas perutnya. Dean berbaring dan Bobby pergi sebentar untuk mencari air dan obat-obatan dari alam.
******
10.00 PM
Di bawah pohon
Bobby sudah kembali dengan membawa sebotol air dan obat-obatan dari alam.
“Ini, Dean minumlah,” kata Bobby.
Sam membantu Dean untuk duduk dan membantunya meminum obat. Keadaan Dean sudah cukup baikan, tapi belum benar-benar pulih.
“Bisakah kita melanjutkan perjalanan ini?” tanya Dean. “Aku sudah baikan,” tambahnya.
“Tapi kamu masih belum benar-benar pulih. Kita istirahat saja sebentar lagi. Sampai kamu kuat,” jelas Sam.
“Aku sudah kuat, Sam. Ayolah.”
Dean pun memaksakan dirinya untuk berdiri. Karena Dean bersikeras akhirnya mereka melanjutkan perjalanannya lagi. Karena Sam masih takut jika Dean terjatuh lagi akhirnya Sam menggotong Dean. Dean pun terpaksa mengiyakannya karena dipaksa oleh Sam.
******
10.45 PM
Mereka akhirnya sampai di tempat itu. Keadaan Dean semakin buruk dari sebelumnya. Tempat itu gelap, banyak barang-barang bekas yang berserakan. Tempat itu seperti tempat pembuangan sampah.
“Inikah tempatnya?” tanya Bobby.
“Ya, inilah tempatnya. Tempat yang sangat mengerikan, tempat untuk jiwa-jiwa yang hampa seperti...”
Belum sempat Max meneruskan, Sam berbicara,”Bobby,l ihatlah Dean. Dean semakin pucat, lemah dan...”
BRRUUKK...
Terdengar suara benturan yang sangat keras. Dean terjatuh yang kesekian kalinya dan pingsan.
“Bobby, bagaimana ini Apa yang harus kita lakukan? Tidak mungkin kita meneruskan ini, apalagi mengajak Dean dalam keadaan seperti ini. Aku takut Dean...“ isak tangis Sam.
“Aku juga tidak tahu, Sam,” jawab Bobby.
“Em... Begini saja, kalian berdua masuk saja ke dalam, aku akan menjaga Dean,” usul Max.
“Aku tidak setuju, aku takut terjadi apa-apa dengan Dean. Aku tidak ingin meninggalkan Dean sendirian disini, kita tunda saja pencarian kita.”
“Sam, percayalah padaku. Aku akan menjaga Dean. Tidak akan terjadi apa-apa dengan Dean. Kalian pergi saja sebelum monster itu mencari ganti nyawa untuk dibunuh,” jelas Max.
“Baiklah, tapi jaga Dean, jangan sampai terjadi apa-apa. Aku tidak ingin kehilangan Deansecepat ini.”
Sam dan Bobby beranjak pergi meninggalkan Dean dengan Max. Perasaan Sam tidak enak meninggalkan Dean sendiri dengan Max, dia merasa seolah-olah Max itu berbahaya. Tetapi Sam membuang jauh-jauh pikiran negatifnya itu. Mungkin itu hanya perasaannya saja karena Sam tidak ingin kehilangan abangnya.
“Bobby, kau menemukan sesuatu?”
“Tidak, Sam. Hanya ada sampah di mana-mana dan...”
“Bobby, look...” Sam menunjukkan sesuatu pada Bobby.
Terlihat seorang wanita yang sudah tiada, tubuhnya seperti tercabik-cabik. Sangat mengerikan. Sam merasa mayat ini tidak asing baginya. Max...Ya ini adalah Max.
Apa?
“Bobby, ini kan Max! Benar, kan?” Sam terkejut.
“Ah... ya, Sam. Ini Max. Jadi yang menjaga Dean itu...”
“Bobby, tunggu. Lihat itu...” Sam mengambil sebuah foto yang terselip di baju mayat tersebut.
Sam menunjukkan foto itu pada Bobby. Terlihat di foto itu Max ternyata mempunyai saudara kembar.
“Jadi, Bobby?” tanya Sam sambil memasukkan foto itu ke dalam sakunya.
“Ah, syukurlah, Sam, aku khawatir sekali. Tapi kasihan Max, kita harus memberitahunya.”
“Oke. Bobby, sebaiknya kita kembali lagi dan segera menemui Dean. Perasaanku tidak enak sekali. Dan mungkin pembunuhan hari ini sudah berakhir,” Sam meyakinkan Bobby.
“Oke, Sam, tapi sebaiknya kita bakar dulu mayat ini dengan garam, lalu setelah itu kita pergi saja. Kurasa ini sudah berakhir, karena ini sudah hampir pukul 11.30 PM. Hari Valentine akan segera berakhir,” jelas Bobby.
Sam dan Bobby segera meninggalkan tempat itu dan menuju ke tempat di mana Dean dan Max berada.
******
Max duduk di sebelah Dean yang sedang berbaring tak sadarkan diri. Tiba-tiba saja jari-jari Dean bergerak-gerak. Max pun mengetahuinya.
“Dean ... Dean... Dean ...” kata Max.
Perlahan-lahan mata Dean terbuka. Matanya yang hijau semakin lama semakin terlihat.
“Dean, kamu sudah sadar?” tanya Max
“Max, di mana aku?” tanya Dean lirih.
Belum sempat Max menjawab, Dean teringat pada Sam dan Bobby.
“Max, d imana Sam dan Bobby?” tanya Dean spontan.
“Mereka ada di dalam sana. Karena kamu pingsan, mereka menyuruhku untuk menjagamu selagi mereka di dalam,” jelas Max pada Dean yang masih sangat lemas.
Tiba-tiba Dean bangkit untuk berdiri walaupun dia belum bisa, tetapi Dean terlalu memaksakan diri.
“Hei, Dean... kamu mau ke mana? Kamu belum benar-benar pulih,” tanya Max.
“Aku ingin masuk, aku ingin menemui mereka!” kata Dean pada Max. Dean merangkak pada pohon-pohon di sekitarnya untuk membantunya berjalan dengan memegangi perutnya yang masih terasa sakit.
“Dean, kembalilah. Kamu tidak boleh masuk. Kamu di sini saja!” bentak Max.
Dean tidak merespon bentakan dari Max. Akhirnya Max menyusul Dean dan berdiri di hadapannya.
“Dean, kembali!” suara Max berubah dingin.
“Max, ada apa denganmu?” tanya Dean curiga.
Tiba-tiba saja mata Max berubah.
“Halo, Dean...”
******
“Lilith ” Dean sangat terkejut sekali.
“Yeah, Dean. Bagaimana perasaanmu sekarang? Kamu siap untuk mati?” tanya Lilith dengan sedikit tertawa.
“Tidak ,aku tidak akan mati karenamu, brengsek!”
“Oh, yeah?”
Tiba-tiba Max mengayunkan tangannya dengan seketika. Dean langsung terhempas jauh dan menabrak sebatang pohon yang besar. Dean merintih kesakitan dan dengan seketika Dean muntah darah sambil memegang perutnya erat-erat.
“Ayolah, Dean. Mana perlawananmu, brengsek? Tak kusangka seorang Dean Winchester menjadi seorang yang lemah sepertimu! Jadi, hanya ini kemampuanmu?” sindir Lilith.
“Oke, Dean, kalau begitu aku saja yang bermain.”
Lilith jongkok di depan Dean yang sedang terpuruk tak berdaya. Lilith pun mencengkeram perut Dean dan yang lebih mengerikan, tangan cengkeraman Lilith tembus menusuk perut Dean. Sesekali lagi Dean muntah darah yang mengakibatkan Dean lemas dan tak berdaya.
“Dean!” teriakan seseorang itu mengejutkan Lilith. Suara itu terdengar di belakangnya. Sam. Ya, suara itu adalah suara Sam.
Lilith kembali menjadi Max dan mencabut cengkramannya dari perut Dean.
“Dean! Apa yang kamu lakukan?” bentak Sam pada Max.
“Sam, aku tidak berbuat apapun. Dean tiba-tiba saja muntah darah seperti ini. Aku tidak tahu harus berbuat apa,” jelas Max dengan nada yang meyakinkan dan dengan sedikit menangis.
Keadaan Dean mulai sekarat. Sam sangat sedih melihat keadaan abangnya yang sangat mengenaskan dengan darah di mana-mana.
“Dean, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Sam dengan isak tangis.
Dean sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak bisa.
“Dean? Kau ingin mengatakan apa ?” tanya Bobby.
“Sam, Bobby... “ desah Dean, dia tak sanggup meneruskannya.
“Ya, Dean, aku dan Bobby bersamamu. Ada apa? Tenanglah.” kata Sam lembut pada Dean untuk menenangkan Dean.
Sambil mengeluarkan semua tenaganya yang tinggal sedikit Dean berbicara, “Hati-hatilah.” Setelah mengatakan itu Dean kembali merintih kesakitan.
“Dean, hati-hati pada apa?” tanya Bobby.
Dean tak bisa berkata lagi karena tenaganya sudah habis sekarang.
Dean hanya bisa merintih dan memandang Max dengan tatapan yang berbeda. Dan terus memandangnya. Sampai akhirnya...
“Max!” teriak Sam.
Sam menoleh pada Max, begitu juga Bobby.
“Apa? Aku tidak tahu apa-apa, Sam,” kata Max.
“Tidak, Max, sudah sejak tadi aku merasakan ada yang salah denganmu! Katakan pada kami, siapa kau, brengsek!"
“Aku Max, Sam, aku... lelah dengan samara ini!”
Tiba-tiba saja Max berubah kembali menjadi Lilith.
“Apa? Kau?” Sam sangat terkejut.
“Yeah, Sam!”
BRRUUKK...
Tiba-tiba Sam dan Bobby terhempas jauh dan melekat pada pohon.
“Sam Winchester, Dean Winchester dan Bobby. Ha.. ha...“ sindir Lilith.
“Jadi,siapa Max?” tanya Bobby.
“Siapa Max? Ha... ha... Max telah berbuat kesepakatan denganku. Seperti abangmu, Dean. Dia sepakat akan menjadi tubuhku dan aku dapat menguasainya, asalkan setiap tanggal 14 Februari aku membantunya untuk membunuh orang-orang yang dia benci, seperti apa yang dilakukan pada saudara kembarnya, Ashley,” jelas Lilith.
“Tapi, kenapa dia membunuh Ashley? Bukankah dia saudara kembarnya?”
“Karena Ashley telah mengetahui semuanya. Mengetahui jika yang selama ini akulah yang membunuh. Jadi, apa yang harus aku lakukan? Aku harus membunuhnya!” jelas Lilith.
“Tapi, apa hubungannya dengan Dean? Dean tidak tahu apa-apa dengan ini semua!” bentak Sam.
Lilith melihat ke arah Dean yang masih merintih kesakitan.
“Oh, tenang saja, manis. Kamu tahu kan kalau pacarnya Ashley lolos? Dan aku butuh satu korban laki-laki saty lagi.”
“Tapi, kenapa Dean, brengsek!” bentak Sam.
“Tak ingatkah kamu? Ini sudah satu tahun perjanjian Dean denganku,” kata Lilith dengan tertawa.
“Brengsek!”
“Apapun katamu, inilah saatnya."
Lilith menuju pada Dean yang tergeletak lemas tak berdaya. “Waktumu habis, Dean. Sudah pukul 12.00 PM. Dan inilah saatnya!”
“Dan kau Sam dan Bobby, kalian jangan takut untuk ketinggalan menyaksikan bagaimana Dean meninggal. Ha... ha...”
“Tidak!“ jerit Sam.
Langsung saja dengan jarak jauh Lilith membuat bentuk cengkeraman di tangannya dan dihadapkan pada perut Dean dan mencengkeramnya dengan kuat.
Dean kembali muntah darah dan merintih kesakitan. Dean sudah tidak kuasa menahannya.
Entah mengapa tubuh Sam riba-tiba terjatuh dan terlepas dari pohon. Sam tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Sam mengeluarkan kekuatannya. Dengan satu tangan diangkatnya dan dihadapkan pada tubuh Max. Sam memejamkan matanya dan dengan seketika tangan Sam mengeluarkan cahaya. Seketika Max terjatuh dan melepaskan cengkeraman dari perut Dean. Mulut Max terbuka dan mengeluarkan gumpalan hitam yang melambung di atas dan kangsung meledak. Seketika tubuh Max remuk.
Sam dan Bobby langsung menghampiri Dean. Dean merasa sakit yang amat sangat. Matanya tidak bisa melihat sepenuhnya. Dia melihat Sam dan Bobby menghampirinya.
“Dean... bangunlah... bertahanlah, Dean...” isak tangis Sam dengan memegangi tubuh Dean. Dean sangat banyak kehilangan darah.
“Sam, Bobby, trim's. Bobby, tolong jaga Sam. Sam, aku menyayangimu.”
Mata Dean lama kelamaan tertutup. Dean meninggal.
****
15 Februari 2008
Di pemakaman
Sam dan Bobby hanya dapat melihat jenazah Dean yang telah dibakar. Mereka hanya dapat mengenang Dean. Sam sedih sekali. Sekarang Sam tidak mempunyai keluarga, setelah ibu meninggalkannya di waktu Sam masih kecil dengan cara yang tragis dengan terbakar di langit-langit kamarnya karena ulah Iblis Mata Kuning, setelah itu ayah meninggal karena perjanjian, dan saat ini Dean meninggalkannya juga karena perjanjian. Sam hanya bisa menangis di hadapan jenazah Dean. Kini hanya kenangan saja yang dapat Sam pikirkan. Kenangan di mana Dean selalu melindunginya, yang selalu bertengkar karena hal kecil dan kini Sam hanya bisa memikirkan Dean dalam pikirannya saja.
Selamat tinggal, Dean.
*TAMAT*
Selasa, 08 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar